Kamis, 08 November 2012


SeLaMaT paGi Guys ,,,,

Ketemu Lagi sama (Nindy) .. ..


Sekarang nindy akan bercerita kepada KaLian semua Guys ....
Nindy akan mencoba haL Y9 baru Yaitu ...


MENULIS/PENULIS NOVEL


Semua nya Simak yach'
NoveL BuaTan NINDY





THE PROMISE 






Di sebuah kamar, terlihat seorang laki-laki berumur 20 tahun sedang sibuk membangunkan adik perempuannya yang berumur 16 tahun.
Sudah 10 menit, tapi usahanya masih belum berhasil sementara jam sudah menunjuk angka 6 lebih 30 menit.
'' kebo banguun '' teriaknya sambil mengguncang tubuh sang adik.
'' nggghhh '' si adik hanya melenguh sebentar kemudian kembali melanjutkan tidurnya. Ia masih sibuk berkelana di alam mimpi. Habis sudah kesabaran sang kakak, ia kemudian masuk ke kamar mandi dan kembali dengan segayung air.
Byuuuuurrrr                                            

'' huaaa.... Kebakaran..kebakaran '' korban penyiraman itu pun hanya bisa kelabakan karena menyangka telah terjadi kebakaran sementara tersangka dari semua itu hanya terkekeh pelan.
'' Ahhh.. Kak Garaaaa kok pake nyiram sih..?? '' Gerutunya sambil mengembungkan pipi kesal.
'' Abisnya senjata terakhir cuma air, siapa suruh kamu tidurnya kayak kebo! '' Ejek Gara.
'' hm, berarti kakak juga kebo, karena punya adik kebo '' balasnya tak mau kalah.
'' Adikku itu Galaxi Rexavia Dirgawitra, bukan kebo kayak kamu '' ternyata sang kakak juga tidak mau mengalah.
'' oh ya, dan kakakku itu Garavian Feragio Dirgawitra, aku bukan kebo, hanya sedikit susah untuk dibangunkan '' berusaha mengelak dari julukan kebo yang diberikan sang kakak.
'' iya deh, kamu bukan kebo sekarang cepat mandi, kau sudah terlambat Rexa ''
'' iya kak Gara, Rexa mandi. '' Rexa pun bergegas ke kamar mandi. 

begitulah rutinitas yang terjadi antara keduanya setiap pagi. Mereka hanya tinggal berdua ditemani seorang pembantu bernama '' Inah '' yang telah merawat keduanya sejak kecil karena orang tua mereka terlalu sibuk bekerja di perusahaan mereka yang ada di luar negeri. Bahkan bisa dibilang, mereka sudah terbiasa hidup tanpa orang tua karena kurangnya intensitas bertemu. Rexa yang sudah duduk dibangku kelas X1, jurusan IPA. Dan Gara mahasiswa jurusan Arsitek di sebuah Universitas Swasta yang cukup terkenal di Jakarta.

pukul 07.15, Rexa telah sampai di sekolahnya, SMA Arivida. setidaknya ia datang 15 menit sebelum bel berbunyi. Rexa melangkah santai di koridor. Ia tampak cantik dengan rambut sebahu dan kualitas wajah diatas rata-rata yaitu sepasang mata berwarna hitam, hidung kecil mancung, serta bibir tipis berwarna merah plus tinggi badan 170 cm dengan kulitnya yang putih tentunya. Ia mengenakan seragam putih serta rok abu-abu tak ketinggalan dasi yang terpasang secara longgar. plus hobinya yang sudah mendara daging yaitu mengemut permen karet. 
Tepat pukul 07.30 bel masuk pun berbunyi. Rexa duduk dengan santai dibangkunya, jam pelajaran pertama adalah Sejarah. Rexa terlihat mengantuk dan sesekali menguap tanpa memperhatikan ocehan bu Reni yang sedang sibuk menjelaskan. Rexa kemudian menangkupkan wajahnya diatas kedua tangannya yang ia letakkan di meja.
'' Rex, bangun... Bisa berabe kalo lo sampe ketahuan bu Reni '' Tegur Gina Agrevia teman sebangku sekaligus sahabat Rexa sejak SD.
'' nggh,, berisik '' gumam Rexa pelan. Tanpa menyadari kalau ia sedang dalam masalah besar.
'' Galaxi Rexavia bangun '' teriak bu Reni tepat disamping Gina, Gina menoleh kaget dan hanya bisa menelan ludah melihat bu Reni berdiri disampingnya sambil berkacak pinggang. Rexa pun segera terbangun.
'' Eh, Bu Reni. Ada apa bu ?? '' tanya Rexa sambil tersenyum kecut.
'' keluar sekarang, setelah itu '' Ucapan bu Reni dipotong cepat oleh Rexa.
'' berdiri di depan tiang bendera sambil hormat kan bu'' Rexa bangkit dari duduknya dan berjalan santai keluar kelas menuju ke tempat hukuman yang telah menantinya. Teman-teman Rexa memandang Rexa prihatin sementara bu Reni kembali kedepan kelas dan melanjutkan pelajaran.
Rexa menjalani hukumannya selama 2 jam. Benar-benar hari yang sial, ia merutuki penyakit insomnianya yang menyebabkan ia baru bisa tidur pada jam 3 subuh.


Dalam perjalanan pulang sekolah, mobil Rexa mendadak mogok.
'' Shiiit, pake mogok segala lagi '' umpat Rexa kemudian mengeluarkan Handphonenya dan menghubungi bengkel langganannya.
'' halo bang, mobil gue macet nih ''
'' ok, ntar gue smsin jalannya '' Rexa menutup telepon, ia keluar dari mobil dan berjalan menuju bagasi. Ia mengeluarkan sepasang sepatu roda, karena jarak rumahnya sudah tidak terlalu jauh.
Setelah menyerahkan mobilnya pada montir bengkel langganannya, Rexa mulai memakai sepatu rodanya. Melihat langit yang mendung, ia mempercepat laju sepatu rodanya. Namun baru 5 menit, hujan sudah mulai turun, tapi Rexa tetap menikmati permainan sepatu rodanya karena jalan yang ia lalui sedang sepi. Ketika hendak sampai di perempatan Rexa yang terlalu asyik menikmati permainan sepatu rodanya dibawah guyuran hujan tidak terlalu memperhatikan jalan. Ternyata ada motor CBR putih yang muncul dari sisi kiri perempatan, karena kaget dengan kehadiran Rexa si empunya motor sukses menabrak sebuah tong sampah, dan terlempar dengan posisi tidak elit yakni dengan kepala yang masuk kedalam tong sampah dengan kaki menghadap keatas. Melihat itu Rexa hanya tertawa keras, Si korban pun telah bangun dari posisi memalukan tadi, ia sedikit bersyukur karena tong sampah itu sedang kosong.
Sejurus kemudian ia memperhatikan Rexa yang masih asyik tertawa.
'' hahaha, makanya kalo baru belajar bawa motor, jangan sok '' kata Rexa sambil mengemut permen karet andalannya. Itu membuat korban yang mengenakan jaket abu-abu serta celana jins hitam menatap tajam Rexa dari balik helmnya.
'' sinii lo '' bentaknya. Rexa yang mulai melihat aura membunuh dari Cowok itu hanya tersenyum polos.
'' byeee '' ia melajukan sepatu rodanya.
'' heiiii, mau kemana lo cewek sintiiing?? Jangan kabur! '' teriaknya kalap sambil berlari menuju tempat Rexa berdiri sebelum melarikan diri. Ia mengambil sesuatu yang terinjak oleh kakinya. ia kemudian memasukkannya kedalam saku jaketnya.

Keesokan harinya Rexa tetap berangkat ke sekolah seperti biasanya.
'' Rex, lo g' apa-apa kan..?'' tanya Gina karena mendapati sahabatnya itu sedikit pucat.
'' kepala gue pusing, '' jawab Rexa seadanya.
'' ya udah, sini gue anter lo ke UKS ''

Ditengah perjalanan menuju UKS, mereka berpapasan dengan seorang cowok berambut spike dengan sedikit poni di bagian depan, dengan anting hitam di telinga kiri. Seragamnya ia biarkan keluar, dasi yang terpasang longgar, dengan tas Ransel yang ia sematkan ditangan kanan dan tangan kiri yang ia masukkan ke saku celana. Terkesan bandel tapi tetap terlihat keren dengan wajahnya yang err ganteng yang dijamin langsung membuat semua gadis terpesona pada pandangan pertama. Dengan gaya cool ia berjalan dari arah yang berbeda dengan Rexa dan Gina.
'' Gantengnya makhluk ciptaanmu ini tuhan '' batin Gina terpesona melupakan Rexa yang sedang ia papah disampingnya. Pening di kepala Rexa membuatnya tidak fokus ke depan, dan tidak menyadari kalau Gina sedang sibuk terpesona dengan cowok didepan mereka.
Buuuuuuuggghhh
'' Awww '' pekik Rexa setelah sukses menabrak tiang. gina pun kaget melihat Rexa yang sudah terjatuh sambil memegang dahinya. Rexa memandang horor Gina yang sedang membantunya berdiri. Sementara cowok itu hanya melewati Gina dan Rexa dengan ekspresi datar.
'' sorry Rex, gue melamun tuh jidat jadi korban. '' Gina terkekeh pelan.
'' udah, diem. kepala gue rasanya udah mau meledak '' kata Rexa.
'' iya, iya, gue anter. ''

'' Let's start the game '' kata seseorang sambil tersenyum sinis.

Rexa yang sudah mulai merasa baikan memutuskan untuk kembali ke kelas. Saat memasuki kelasnya X1 IPA 1, teman-temannya memandang Rexa dengan pandangan aneh, itu membuat Rexa mengernyit bingung. '' Pak Heru mana Gin? Bukannya sekarang pelajaran Kimia?'' tanya Rexa pada Gina yang tumben duduk disamping Riri yang terletak di depan. '' Eh, pak Heru gak masuk, beliau cuma nitip tugas sama pak Tio '' jawab Gina sedikit gugup, Rexa yang tidak menyadari kegugupan Gina melenggang santai menuju bangkunya.

'' wahhh, kerjaan siapa nih..?'' teriak Rexa kalap karena mendapati ada sekitar 5 tikus mati di laci mejanya. Tapi semua temannya tetap bungkam dan hanya memandang Rexa dengan tatapan kasihan, tidak ada yang berani memberi tau Rexa siapa dalang dari aksi bungkam massal mereka.

'' eheemm '' seseorang berdehem pelan, Rexa menoleh ke arah pintu kelas, Rexa menyipitkan mata mencoba meneliti sosok yang kini berjalan pelan ke arahnya tanpa peduli tatapan kagum dari kaum hawa yang ada di ruangan itu minus Rexa tentunya yang masih kesal karena kejadian tikus mati di laci mejanya.
'' Menikmati hadiahku nona permen karet? '' bisiknya ditelinga kiri Rexa. '' maksud lo?'' tanya Rexa bingung. '' the mouse '' '' jadi lo yang masukin tikus-tikus sialan itu? '' Rexa melayangkan tangan kanannya, tapi sepertinya dewi fortuna sedang tidak berpihak padanya, dengan mudah pergelangan tangannya ditangkap oleh cowok dihadapannya itu.
'' Gue salah apa sih sama lo? '' tanya Rexa karena bagaimana pun ia sedang tidak dalam keadaan fit untuk bertengkar. Tapi tetap memasang wajah permusuhan. '' belom saatnya lo tau kesalahan lo itu. Lo yang mulai semuanya, so nikmatin aja permainan ini, kita lihat siapa Galaxi yang bisa bertahan sampe akhir '' balasnya sambil menatap tajam Rexa. Rexa mencoba mencerna ucapan cowok dihadapannya ini, tapi hasilnya nihil, ia tetap tidak mengerti dan sama sekali tidak mendapat pencerahan tentang makhluk sok dihadapannya ini. Sebuah sentilan di dahinya menyadarkan Rexa dari lamunan singkatnya.
'' kenalin gue Veron, eh lebih tepatnya Galaxi Veronziko Gerdyano '' bisiknya pelan. Siiiiinnnng Rexa seperti tersengat listrik, ia baru mengerti tentang ucapan cowok itu Galaxi yang bisa bertahan sampe akhir karena nama depan mereka sama-sama Galaxi.
'' Lo.. '' Rexa bingung karena cowok tengil itu sudah tidak ada dihadapannya.
'' Simpen dulu tenaga sama makian lo, ini baru dimulai '' kata Veron yang bersandar di dinding. '' see you at the next game '' gumam Veron sambil megedipkan mata disertai senyum tipis. Ia pun berlalu meninggalkan Rexa yang sedikit terpesona dengan senyum dari orang yang secara terang-terangan menantangnya untuk perang terbuka.

'' Rexaaaaa '' teriak teman-teman Rexa yang berjenis kelamin perempuan tentunya. Tak terkecuali Gina. '' diem lo semua, gue lagi gak bisa wawancara cuma bisa nonjok orang, kalo berminat silahkan maju '' ujar Rexa tenang dan itu sukses membuat nyali mereka yang tadinya membara ciut seketika dan membubarkan diri secara teratur.

Sepulang sekolah, Rexa menunggu Gara di depan gerbang karena mobilnya masih di bengkel. Ia mengeluarkan handphonenya dan menekan nomor yang ia hafal di luar kepala. '' halo kak, niat gak sih jemput Rexa..?? '' gerutu Rexa sambil menghentakkan kakinya ke tanah. Ia sudah bosan menunggu. '' kak Gara udah di jalan '' jawab Gara kemudian mematikan telepon secara sepihak, padahal Gara baru akan berangkat. Ia tidak mungkin jujur pada Rexa kalau ia baru bangun tidur, bisa dipastikan Rexa akan mengamuk. Membayangkannya saja Gara sudah ngeri duluan. '' Berbohong demi kebaikan '' kata Gara kemudian bergegas melajukan motornya. Sementara Rexa sudah dongkol setengah mati karena Gara yang memutuskan telepon begitu saja, belum hilang kekesalan Rexa, didepannya melintas sebuah mobil lamborgini merah yang setau Rexa harganya sangat wah 4,3 M. Sialnya ada genangan lumpur didepan Rexa, alhasil seragamnya kini berubah warna akibat cipratan lumpur.

'' woyy, Berhenti brengseek '' Rexa menghampiri mobil merah tersebut sambil mengetuk kaca mobil itu dengan kasar, masa bodoh dengan harga mobil yang harganya selangit itu.
'' hey, pelan-pelan dong nona permen karet, apa lo bersedia ganti rugi kalo kaca mobil gue rusak?'' kata pemilik mobil itu sambil tersenyum licik. '' bodo' jadi lo sengaja ngelakuin ini hah?'' nafas Rexa memburu, kesal karena berhasil dikerjai lagi oleh Veron. '' emang gue lakuin apa? '' tanya Veron dengan wajah polos. '' dasar cowok crazy menyebalkan'' '' hahaha unik juga julukan lo, baju lo sampe kotor itu bukan salah gue, salahin lumpurnya yang menggenang disitu '' '' gak usah ngeles, gue tau lo sengaja cowok crazy '' Veron tersenyum mengejek. '' Lo yang bego berdiri didepan genangan lumpur, lo sendiri yang ngundang bencana nona permen karet '' telak. Rexa diam merutuki kebodohannya. '' gue bakal bales perbuatan lo ini '' geram Rexa '' silahkan, sekarang skor udah 2-0, gue gak sabar pengen nambah skor kemenangan. Good luck yah '' kata Veron kemudian kembali melajukan mobilnya.
Tak lama setelah itu, Gara muncul dan menertawai Rexa yang terlihat berantakan. '' berhenti tertawa '' sunggut Rexa dengan wajah cemberut. '' gak nyangka ternyata adek kesayanganku ini punya MKKB '' kata Gara pura-pura sedih. '' apaan tuh MKKB?? '' Tanya Rexa penasaran. '' Masa Kecil Kurang Bahagia '' tawa Gara kembali pecah, Rexa yang dikatai punya masa kecil kurang bahagia hanya bisa mengamuk dan memukuli Gara.setelah Rexa puas mengamuk, mereka pun bergegas pulang.

Malamnya Rexa termenung dikamarnya yang bernuansa biru muda. Ia sibuk memikirkan rencana balas dendam pada Veron, ia kemudian menelfon Gina karena ia yakin sahabatnya itu pasti sudah banyak mengetahui info tentang Veron. Setelah 10 menit mengintrogasi Gina, Rexa tersenyum puas. Ia baru mengetahui kalau Veron adalah murid baru pindahan dari Bandung dan ia ditempatkan di kelas X1 IPS 1.
'' tunggu pembalasan gue cowok Crazy '' gumam Rexa kemudian memejamkan mata berharap besok akan jadi pembalasan yang menyenangkan.


Keesokan harinya, Rexa berangkat ke sekolah dengan wajah berseri-seri. '' kesambet lo Rex? '' tanya Gina yang heran melihat Rexa yang datang sambil senyam-senyum plus mengemut permen karet. '' sialan lo, gue lagi seneng tau '' kata Rexa kemudian menghadiahi sebuah jitakan dikepala Gina. '' lo menang undian yah.. Bagi dong Rex '' pinta Gina sambil masang puppy eyes andalannya. '' Ntar deh kalo berhasil, gue traktir lo sampe puas '' Gina tersenyum senang.

Saat jam istirahat tiba, Rexa melenggang pergi ke X1 IPS 1. Dengan modal nekat tentunya, udah terlanjur basah, mending mandi aja sekalian. Udah terlanjur perang meski bikin perlawanan, urusan kalah atau menang itu urusan belakangan. Begitulah pemikiran Rexa saat ini. Ia masuk ke kelas itu dengan ekspresi datar, mencoba mencari biang keladi atas semua kesialannya kemarin. '' mana Veron? '' tanya Rexa to the point. '' Ngapain lo nyari Veron? '' tanya Ragisa, salah satu penghuni X1 IPS 1. '' bukan urusan lo '' balas Rexa dingin, ia agak sedikit kesal karena orang yang ia cari tak juga menampakkan batang hidungnya. '' oh, jadi lo yang kemaren dikerjain ma Veron? Kasian deh '' ledek Ragisa. '' heran deh, kok jadi lo yang sewot? simpen aja rasa kasian lo itu, gue gak butuh '' balas Rexa '' emang Veron siapa lo sih? Sampe lo ikut-ikutan sewot? '' '' Gue calon pacarnya? '' kata Ragisa PD. '' baru calon kan, belom pasti '' kontan semua teman sekelas Ragisa tertawa karena Rexa berhasil memojokkan Ragisa. Ragisa jadi naik darah dan hendak menampar Rexa tapi Rexa dengan mudah menangkap pergelangan tangan Ragisa kemudian memelintirnya kebelakang. '' aww.lepas, tangan gue sakit '' rintih Ragisa '' gue bukan tandingan lo nona Ragi '' gumam Rexa kemudian melepaskan Ragisa.

prok prok prok '' wow, mengesankan nona Permen karet. '' Rexa menoleh dan mendapati Veron yang tengah berdiri di depan kelas dengan tangan terlipat di dada. '' ikut gue'' kata Rexa kemudian keluar kelas diikuti Veron yang berjalan di belakangnya.
'' saatnya pembalasan cowok Crazy tengil '' batin Rexa.
''apa yang lo rencanain nona permen karet?'' tanya Veron saat mereka tiba di belakang sekolah.
''menurut lo?''
'' udah gak usah basa-basi, tadi gue ikut kesini karena gue pikir bakal ada permainan menarik'' ujar Veron kemudian memasukkan tangannya kesaku celana.
''oh, tentu dong'' balas Rexa sambil tersenyum licik. Ponsel Rexa yang ada disaku roknya bergetar.

|From : 08579817xxxxx
Udah bisa dimulai kak..

Rexa tersenyum puas membaca sms tersebut. ''saatnya beraksi'' batin Rexa. Sementara Veron masih sibuk menerka-nerka apa tujuan Rexa mengajaknya ke belakang sekolah.
''apa lo pernah bolos?'' tanya Rexa
''ngapain lo nanya tentang itu?''
''huhh, bilang aja kalo lo gak berani'' ejek Rexa.wah..wah.. Nantangin nih.
''OK, sepertinya menarik bolos bareng lo'' Veron akhirnya terpancing juga. Rexa melirik jamnya.
''gue gak mau bolos bareng lo, badung gini gue gak suka bolos tau'' Teriak Rexa dengan suara agak keras. Veron mengernyit bingung pasalnya tadi Rexa yang lebih dulu membahas tentang bolos sekolah.
'' gak nyangka ternyata nona permen karet ini gak berani bolos rupanya. Pengecut '' dengus Veron.
'' Emang lo berani bolos? Ketahuan pak Wandi tau rasa lo'' tantang Rexa.
''brani dong, gue sama sekali gak takut'' kata Veron senyum sinis tersungging diwajahnya. Rexa menanggapinya santai sambil asyik mengemut permen karet.
'' berani kamu berniat bolos Veron?'' Veron berbalik, tak jauh dari tempatnya berdiri, pak Wandi guru paling killer di SMA Arivida memandangnya seperti singa kelaparan. Rexa tersenyum penuh kemenangan. ''mission complete'' gumam Rexa pelan namun tetap terdengar jelas ditelinga Veron. Ia mengerti sekarang Rexa sudah merencanakan ini sejak awal.
''good job crazy boy,now skor is 2-1. You lose, see you again!'' bisik Rexa dengan senyum mengejek kemudian meninggalkan Veron. Veron menatap kepergian Rexa dengan ekspresi datar tapi jauh didalam hatinya ia mengakui Rexa cerdas karena dapat merencanakan semuanya dengan perkiraan waktu yang tepat sehingga hanya ia yang dijadikan tersangka utama sementara Rexa dengan bebasnya melenggang pergi meninggalkannya.
''sini kamu'' panggil pak Wandi. Ia langsung menjewer telinga kiri Veron kemudian berjalan menuju ruang BK. Alhasil itu menjadi pemandangan menarik bagi siswa-siswi disepanjang koridor, pasalnya Veron yang terhitung masih siswa baru tapi langsung tenar dihari pertamanya menginjakkan kaki di SMA Arivida dan ia langsung memiliki Fans Girls yang menobatkan Veron sebagai idola baru atau most wanted di Arivida. Mereka memandang Veron dengan tatapan prihatin padahal yang dijewer hanya berjalan santai disamping pak Wandi, tak menampakkan wajah takut atau kesakitan sedikitpun.

Setibanya diruangan pak Wandi. ''Veron kamu itu masih muda, bla..bla..bla..'' pak Wandi terus mengoceh tentang akibat jika Veron bolos, veron ingin jadi apa nantinya. Sementara Veron tidak ada satupun kata-kata pak Wandi yang dapat ia cerna dengan baik karena pikirannya sibuk melayang entah kemana. 
''boleh juga pembalasan lo nona permen karet, wait the next game i'll be the winner'' batin Veron.
'' kamu bapak hukum membersihkan toilet'' pak Wandi mengakhiri ceramahnya dengan memberi Veron hukuman. Veron kemudian berdiri.
'' dengan sangat menyesal, saya menolak hukuman itu'' tegas Veron 
''kamu'' geram pak Wandi.
''atas dasar apa bapak ingin menghukum saya?''
'' karena kamu berani berniat bolos'' Veron tersenyum masam.
'' kalau saya memang berniat bolos, silahkan bapak periksa saya sama sekali tidak mengantongi uang sepeserpun karena semuanya ada ditas saya yang masih di kelas. Lagipula saya saya masih sedikit waras untuk tidak meninggalkan mobil kesayangan saya di sekolah dan memilih jalan kaki untuk pulang'' ujar Veron. Pak Wandi memeriksa sekujur tubuh Veron dan ternyata apa yang dikatakan Veron memang benar adanya.
''memangnya kamu pikir bapak tidak mendengar ucapanmu saat dibelakang sekolah?''
''saya hanya bercanda pak, saya tadi hanya ingin mencari angin segar dan perempuan tadi hanya salah paham mengira saya akan bolos.'' ujar Veron tenang.
'' ya sudah, sekarang kamu selamat tapi lain kali bapak tidak akan segan-segan untuk memberimu skorsing'' ancam pak Wandi.
'' saya menerti'' ucap Veron kemudian melangkah keluar, sebelum mencapai pintu Veron berbalik. ''kalau memang saya berniat bolos, saya lebih memilih untuk tidak menginjakkan kaki di sekolah dan nongkrong diluar'' dengan langkah santai Veron meninggalkan pak Wandi yang hanya bisa mengelus dada akan sikap berontak yang ditunjukkan Veron.

Ketika Veron memasuki kelasnya, ia langsung duduk dibangkunya. '' lo dapet hadiah apa dari pak Wandi?'' tanya Rion atau lebih tepatnya Xerion Varzehiko sahabat Veron sejak SMP di Bandung, namun terpisah karena Rion melanjutkan SMA di Jakarta.
'' jeweran'' jawab Veron cuek.
''cuma itu?'' kata Rion takjub, pasalnya kesangaran pak Wandi sudah terkenal seantero sekolah.
''emangnya lo pengen gue dihukum?'' Veron menjitak kepala Rion.
''aww, bukannya gitu, pasalnya belom pernah ada yang bisa lolos dari ruangan pak Wandi tanpa hukuman. Sementara lo dengan mudahnya selamat, ajaib'' Veron menyeringai.
''hanya sedikit permainan kata, gue lolos dari hukuman ngebersihin toilet''
'' gak ngerti gue''
''maklum, kapasitas otak lo gak nyampe kesitu, so gak usah dipaksain.hahaha'' kali ini giliran Veron yang dihadiahi jitakan oleh Rion.
''sialan lo, justru otak lo yang melebihi kapasitas kunyuk, jadinya kelewat pinter'' dengus Rion yang hanya ditanggapi Veron dengan tertawa.

''jadi apa rencana lo selanjutnya?'' tanya Rion pada Veron, mereka tengah main game di kamar Rion.
''rencana apa?'' balas Veron yang masih fokus pada permainan mereka.
''tentang Rexa''
''lo liat aja besok, ini jauh lebih menarik dari yang kemaren-kemaren'' ucap Veron disertai senyum misterius. '' ok, gue pengen liat rencana lo kali ini!''

Sementara ditempat lain, Rexa sedang makan malam bersama Gara.
'' kamu kenapa Rex?'' tanya Gara yang heran melihat adiknya yang kelihatan sedang memikirkan sesuatu yang sangat serius.
'' eh, Rexa baik-baik aja kok kak..'' jawab Rexa gelagapan.
''atau jangan-jangan..'' Gara memberi jeda pada ucapannya.
''jangan-jangan apa?'' Rexa tidak mau kalau sampai kakaknya tau kalau ia sedang memikirkan Veron yang akhir-akhir ini mengganggu pikirannya. Bisa dipastikan ia akan jadi bahan ejekan Gara.
''ulangan kimia kamu gak tuntas lagi ya?hahaha'' ejek Gara karena Rexa memang tidak terlalu menguasai pelajaran kimia. Rexa hanya bisa sweatdrop, ia memandang Gara dengan tatapan membunuh.
''hm, kak Garaku sayang, pilih mana kuburan atau rumah sakit?'' dengan cepat Gara bangkit dari duduknya kemudian mengambil langkah seribu.
''kak Gara jangan kabur'' Rexa menyusul Gara, ia kemudian melihat sebuah sapu yang menganggur seperti meminta untuk dilibatkan. Tanpa pikir panjang Rexa mengambil sapu itu dan melibatkannya dalam aksi kejar-kejaran mereka. Bi Inah hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kejadian itu.
''Rex, turunin sapu itu. Kamu jadi keliatan seperti ibu tiri yang pengen nyiksa anak tirinya''kata Gara sambil terus berlari.
''bodo, siapa suruh ngejek Rexa ma pelajaran keramat itu''
''kamu gak kasihan sama kakak, kak Gara belum nikah lho. Apa kamu gak pengen punya ponakan ganteng kayak kakak?''kata Gara narsis sambil terus berlari menaiki tangga dan berdo'a agar bisa tiba dengan selamat dikamarnya.
'' pacar aja gak punya, gimana mau punya anak'' balas Rexa.
Braaaak Gara sukses menutup pintu kamarnya dan menguncinya dari dalam. '' kak Gara buka, Rexa pengen masuk'' Rexa menggedor-gedor pintu kamar Gara.
''asal kamu janji gak mukulin kakak pake sapu itu'' Rexa menimbang-nimbang permintaan kakaknya itu.
''iya deh iya, Rexa janji'' bagaimana pun Rexa juga tidak tega harus memukul kakaknya dengan sapu.
''kalau kamu langgar apa sanksinya?'' Gara berjaga-jaga jangan sampai Rexa mengingkari janjinya.
'' kak Gara boleh hukum Rexa'' Gara pun membuka pintu untuk adik kesayangannya itu. Mereka kemudian melangkah ke balkon kamar Gara.
''kak Gara kok belum punya pacar sih?'' tanya Rexa sambil memejamkan mata.
'' gak ada yang naksir kakak''
''huhh, bo'ong. Seingat Rexa kakak tuh udah jadi idola sejak SMP bahkan sampe sekarang. Apa karena Rexa kak Gara gak punya pacar?'' tanya Rexa lagi kemudian memandang wajah Gara. Gara merengkuh Rexa dalam pelukannya, ia mengusap pelan rambut Rexa.
''kak Gara belum berpikir kesana karena kakak belum ingin membagi perhatian kakak untuk orang lain. Sebisa mungkin kakak akan berusaha jadi papa, mama sekaligus kakak yang akan selalu ada untukmu'' Rexa menangis sesenggukan dalam pelukan Gara, ia bersyukur masih memiliki Gara yang bisa ia jadikan sandaran. Mereka berusaha membentengi diri mereka agar terlihat tegar dihadapan semua orang. Gara yang ramah, murah senyum, tidak ada yang tau apa yang tersembunyi dari sosok sempurna yang ditampilkan Gara. Rexa yang terlihat cuek dan masa bodoh dengan keadaan sekelilingnya, tidak ada yang tau kalau Rexa itu rapuh. Mereka saling menguatkan dan hanya akan memperlihatkan kelemahan serta kerapuhan yang mereka miliki jika mereka sedang bersama, hanya mereka berdua tanpa orang tua yang seharusnya selalu ada untuk mereka.

'' tidur sana, sekalian siapin mental buat siraman besok'' Gara terkekeh pelan. 
''Ngancem aja bisanya, kalo sampe ada acara siram lagi aku pastiin kakak masuk Rumah sakit'' kata Rexa dengan wajah cemberut.
''yahh, tergantung keadaan besok. Abisnya cuma itu senjata terakhir kakak yang bisa balikin kamu ke dunia nyata'' Gara mengacak-ngacak rambut Rexa. Rexa kemudian mencium pipi gara. '' malam kak, Have a nice dream'' Rexa kemudian beranjak menuju kamarnya.


Rexa melangkah santai di koridor sekolah, ia mengenakan pakaian olahraga, karena pelajaran pertama hari ini adalah olahraga. Jam masih menunjukkan pukul 06.15 pagi, entah mimpi apa Rexa bisa bangun pagi. Gara saja yang pagi tadi masuk ke kamarnya lengkap dengan segayung air hanya bisa bengong melihat Rexa sudah bangun. Keajaiban langka.ckck
Sambil mengemut permen karet , Rexa terus berjalan menuju kelasnya. sekolah masih sepi karena masih terlalu pagi, tiba-tiba ada yang membekap mulut Rexa dari belakang menggunakan sapu tangan. ''mmmmmphhh'' tak lama setelah itu Rexa kehilangan kesadarannya.
'' huaaaa, kenapa gue ada disini?'' teriak Rexa yang bingung mendapati dirinya terikat diatas pohon, hal terakhir yang ia ingat ada seseorang yang membekap wajahnya dari belakang. Ia kemudian membuka ikatan tangannya yang sepertinya sengaja diikat longgar, Rexa yang panik merogoh saku celana olahraganya. Tapi yang ada hanya secarik kertas bukan ponsel seperti yang diharapkannya.
'' good luck yah, tas lo ada dibawah pohon. You Lose, i'm the winner. ''
Rexa geram membaca tulisan singkat itu. '' Cowok Crazy sialaaaaaaaaaannn''
Rexa begitu geram, ini benar-benar sudah keterlaluan. Rasa kesal Rexa sudah sampai batasnya, bahkan mungkin sudah sampai pada tahap benci, ia bersumpah akan membalas perbuatan Veron ini. Ditengah rasa kesal Rexa terlihat bingung apakah ingin lompat atau tidak pasalnya ia memiliki pengalaman buruk tentang memanjat pohon. Dulu saat ia masih kelas 4 SD, ia terjatuh dari pohon yang terletak di sebuah taman yang tak jauh dari rumahnya, sialnya ia kemudian dikejar anjing. Kejadian itu urung membuatnya trauma memanjat pohon lagi dan ia jadi phobia terhadap anjing. Rexa menyapukan pandangannya berharap ada yang bisa menolongnya namun Rexa harus membuang jauh harapannya. Yahh dia ingat area belakang sekolah terkenal angker, jarang ada yang berani mendekati area itu. Rexa melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul 2 siang yang artinya sekolah sudah bubar. Tanpa sadar Rexa menitikkan air mata namun ia buru-buru menyeka air matanya. ''gue gak boleh kalah'' tekat Rexa.
''satu, dua, tiga, lo bisa Rexa'' Rexa menghela nafas berat, ia masih belum berani.
'' arghhhh, gue gak bisaaaa '' teriak Rexa frustasi, ia memikirkan resiko-resiko yang kemungkinan akan menimpanya jika ia nekat lompat dari ketinggian kurang lebih tiga meter. Rexa kemudian menutup matanya, menarik nafas panjang. Akhirnya dengan modal nekat ia melompat ke bawah, ia berhasil walaupun dengan pendaratan yang kurang sempurna. '' aww,, bokongku'' ringis Rexa kemudian mengelus bokongnya yang sakit. Beruntung rumput yang tumbuh dibawah pohon itu agak tebal sehingga tidak menyebabkan kejadian fatal. Rexa kemudian meraih tasnya dan bergegas pulang.

'' kamu kenapa Rexa?'' tanya Gara yang duduk di sofa, ia heran mendapati Rexa yang pulang dengan tampang kusut. 
'' Rexa capek, Rexa istirahat dulu ya kak'' ucap Rexa meninggalkan Gara yang memandangnya dengan wajah penuh tanya tapi ia memutuskan untuk membiarkan Rexa istirahat.

Keesokan harinya, Rexa memutuskan untuk tidak masuk sekolah karena ia kurang enak badan. Semalaman ia begadang hanya untuk memikirkan rencana pembalasan untuk Veron. 
Gina melangkah santai di koridor sekolah, ia jadi sedikit murung begitu mengetahui Rexa tidak masuk. Koridor yang ia lewati masih sepi karena masih pukul 06.20 pagi, ketika melewati kelas X1 IPS 1, Gina melihat seseorang sedang menelan beberapa pil dengan wajah sedikit pucat dan peluh menetes didahinya, ia kemudian menelungkupkan kepalanya diatas kedua tangannya yang ia lipat diatas meja. '' hm, pasti dia make, gue mesti lapor nhie'' batin Gina.
Gina pun berlari dan berharap bisa menemukan seorang guru untuk melaporkan apa yang baru saja dilihatnya.
''pak, tungguuu'' panggil Gina pada seorang guru bernama pak Gilang.
''di sekolah ini ada yang make pak''
''make apa maksud kamu?'' tanya pak Gilang bingung
''mmm, narkoba pak''
''apa? Cepat tunjukkan orangnya''

Gina pun mengajak pak Gilang ke kelas X1 IPS 1 yang sudah ramai dengan penghuni kelas tersebut. ''yang mana orangnya?'' tanya pak Gilang

''i..itu pak'' tunjuk Gina pada seorang siswa.
'' Riooooooon'' teriak pak Gilang geram.
''ada apa pak?'' tanya Rion dengan ekspresi datar. Perlu diketahui kalau Rion juga memiliki sikap dingin yang tidak jauh beda dengan Veron. Hanya bersama Veron dan orang-orang terdekatnya Rion menunjukkan sikap ramahnya.
''sejak kapan kamu memakai barang haram?''
''apa maksud bapak?'' balas Rion sembari maju ke depan kelas tempat pak Gilang dan Gina berdiri, ia kemudian memasukkan tangannya ke dalam saku celana.
''dia melihatmu memakai barang haram itu'' tunjuk pak Gilang pada Gina. Rion melirik Gina sekilas, kemudian tersenyum sinis.
''lo mungkin salah orang karena gue bukan pemake'' tegas Rion seraya berbalik hendak keluar kelas meninggalkan pak Gilang dan Gina.
'' tapi gue liat dengan mata kepala gue sendiri'' sanggah Gina.
Baru empat langkah Rion melangkah, ia menghentikan langkahnya. ''lo bakalan nyesel udah berani ngusik gue'' ancam Rion tanpa berbalik menghadap pada Gina dan pak Gilang.
''ini yang bapak bilang barang haram'' kata Rion sambil merogoh sesuatu dari saku celananya dan melemparnya ke belakang. Pak Gilang menangkap beberapa bungkus obat.
''ini kan obat Flu dan ini obat demam'' kontan semua teman-teman Rion yang sejak tadi hanya jadi penonton setia kompak berteriak.
''huuuu, dasar tukang ngadu'' Gina pun bergegas lari meninggalkan tempat itu dengan wajah merah padam. Veron yang baru tiba hanya mengernyit bingung melihat Gina keluar dari kelasnya sambil berlari.
''hai Veron'' sapa Ragisa kemudian bergelayut manja di lengan Veron membuat Veron sedikit risih dengan kecentilan Ragisa.
''lepasin gue'' kata Veron kemudian melepas paksa tangan Ragisa.
''kau itu kenapa sih? Apa hebatnya si Rexa itu, belum lagi temannya yang satu lagi berusaha mencari perhatian Rion'' 
''lo gak berhak ngatur gue, gue paling gak suka sama orang yang nyampurin urusan pribadi gue'' kata Veron sinis. 
''tapi lo tau kan gue care sama lo'' ucap Ragisa.
'' tapi gue nggak, jadi stop ganggu gue.'' Veron meletakkan tasnya di meja kemudian keluar kelas, Ia lebih memilih mencari Rion daripada meladeni Ragisa yang menurutnya kelewat centil.

setelah sekolah bubar, Gina memutuskan untuk menjenguk Rexa. ''lo kenapa Gin? Lagi dapet yah'' tanya Rexa ketika Gina masuk ke kamarnya dengan wajah lesu. 
''gue lagi bad mood'' Gina mengerucutkan bibirnya.
''emang apa yang buat lo sampe bad mood gini?''
''argghh, dasar cowok blagu, songong, rese, '' bukannya menjawab pertanyaan Rexa Gina malah menonjok-nonjok boneka sasuke milik Rexa. Rexa yang melihat itu kontan melotot dan menyelamatkan boneka kesayangannya.
''udah bosen hidup lo yah'' sunggut Rexa.
''huaaaaa, gue dipermaluin Rion anak X1 IPS 1, pengen banget deh gue cekek tu orang trus gue mutilasi abis itu gue lempar ke matahari biar hancur jadi debu'' ujar Gina berapi-api.
''emangnya apa yang lo lakuin?''
''jadi gini ceritanya, tadi pagi itu bla..bla..bla'' Gina menceritakan peristiwa memalukan itu secara detil. '' hahaha, makanya jangan cepat ambil kesimpulan neng, jadi lo yang kena batunya.'' sedetik kemudian wajah Rexa berubah muram.
''nasib gue jauh lebih tragis dari lo ''
''maksud lo?'' tanya Gina bingung.
''kemaren gue diiket diatas pohon yang ada di belakang sekolah.huhuhu'' kata Rexa dengan wajah muram tapi Gina malah tertawa.
''kok bisa? Gue pikir lo sakit dari kemaren karena gue gak liat mobil lo di parkiran.'' ujar Gina disela tawanya.
''mobil gue masih di bengkel, gue dianter Gara ke sekolah. Gue gak tau gimana caranya gue bisa nyangsang di pohon, hal terakhir yang gue inget ada yang bekap mulut gue'' ujar Rexa.
''emang siapa sih yang tega ngerjain lo sampe segitu sadisnya?''
'' lo mau tau siapa?'' Gina hanya mengangguk.
''Veron, pengen banget deh gue tenggelemin di laut tu anak, biar dia dimakan hiu trus gak balik lagi dan hidup gue kembali damai'' Gina terlihat tidak percaya kalau Veron pelakunya.
''lo yakin dia pelakunya?'' 
''iya''
''sebenarnya apa salah lo sama dia?'' Rexa menggeleng lemah.
''gue gak tau Gin. seinget gue, gue belum pernah ketemu dia sebelumnya'' kata Rexa.
''coba deh lo inget-inget lagi.'' desak Gina.
''insiden di kelas itu adalah pertemuan pertama gue sama dia'' Rexa menghela nafas berat. 
''trus apa rencana lo selanjutnya?''
'' gue bakal hadapin dia, gak mungkin gue diem aja dan pasrah nerima semuanya'' kata Rexa emosi. Akhirnya seharian itu mereka habiskan dengan sesi curhat.

Saat jam istirahat pertama Rexa dan Gina melangkah cepat menuju kelas X1 IPS 1, Rexa yang melihat Veron yang hendak masuk ke kelas. ''ahhhh..lepas brengsek'' rintih Veron karena Rexa menarik rambutnya dari belakang. Dengan cepat Veron meraih tangan Rexa kemudian menghempaskannya ke dinding. Sementara Rion memegang kuat lengan Gina.
''lo belom kapok sama yang kemarin eh?'' kata Veron sambil mengurung Rexa dengan kedua tangannya. Ia menatap tajam Rexa yang dibalas Rexa dengan tatapan benci.
''pengecut, cara lo banci.'' balas Rexa.
''oh, jadi lo mau yang gentle. OK..'' Veron mendekatkan wajahnya ke wajah Rexa, Rexa merasakan deru nafas Veron yang semakin dekat kemudian mengambil tindakan ekstrim yaitu menendang alat penting Veron.
''arghhh cewek sialaan'' teriak Veron yang merasa kesakitan sementara wajah Rexa merah padam karena tidak menyangka ia bisa melakukan hal nekat itu. Ia kemudian memberi kode pada Gina, Gina langsung menggigit tangan Rion. '' ahhh,, cewek Gilaaa'' Rexa Dan Gina langsung kabur dari TKP.
'' Gila lo Rex, kasian alatnya lo tendang'' kata Gina disela-sela larinya.
''trus apa bedanya sama lo sinting, sakit tuh tangan orang lo gigit'' balas Rexa.
''hahaha, seneng gue liat dia kesakitan gitu''
''gue juga, seneng banget malah'' mereka melihat ke belakang, ternyata Veron dan Rion mengejar mereka.
''bolos yuuk,'' ajak Rexa yang melihat gerbang sekolah sedang terbuka. Gina hanya mengangguk kemudian mempercepat larinya.
''woyy, berhenti kalian'' teriak Veron dan Rion. Tapi mereka harus menelan kekecewaan karena Rexa dan Gina sudah kabur menggunakan taksi.
''argggghhhhhh,, brengseeeek''

Rexa dan Gina tersenyum penuh kemenangan saat mereka berhasil menaiki salah satu taxi, mereka lebih memilih untuk menghadapi pak Wandi besok daripada Veron dan Rion yang sedang kesal setengah mati karena ulah mereka. ''huhh, gara-gara lo gue jadi ikut serta dalam permainan konyol ini'' gerutu Gina.
''yee, siapa juga yang ngajak lo ikutan, gue kan cuma bermasalah sama si cowok crazy sementara lo sama si Rion yang ternyata sohibnya si cowok crazy itu'' balas Rexa yang tidak terima disalahkan oleh Gina.
''iya sih, tapi kan tadi gue cuma pengen nemenin doang, bukannya jadi pemain dadakan''
''yee, siapa yah yang kemaren ngamuk-ngamuk gak karuan, pengen nyekek Rion bahkan sampe nyebut mutilasi. Baru segini aja lo udah ciut duluan!'' ejek Rexa.
''terserah lo deh, sepertinya gue butuh meditasi deh supaya gue siap lahir batin menghadapi cobaan ini'' ujar Gina lebay.
''gue turut prihatin, selamat berjuang yah..'' tawa Rexa pecah melihat wajah Gina yang terlihat seperti orang yang diberi vonis hukuman mati.
''gue gak butuh, mending lo mikirin pembalasan mereka yang mungkin akan lebih sadis lagi'' kata Gina yang heran melihat Rexa yang terlihat santai menghadapi semuanya.
''eh, kita ke tempat bali dulu yah, gue kangen sama tempat itu'' Rexa mengalihkan topik pembicaraan yang sukses merusak moodnya selama beberapa hari ini. Gina memilih diam daripada membahas tempat bali favorit Rexa dulu saat SMP. Salah satu hobi Rexa yang paling ekstrim yaitu mengikuti balapan liar, Gina hanya berperan sebagai penonton. tapi semuanya berubah saat hari pelulusan SMP, hari yang membuat Rexa begitu terpuruk, Erika Syalitha sahabat Rexa dan Gina, yah setidaknya sebelum Erika menghianati Rexa dengan merebut seseorang yang sangat disayangi oleh Rexa. Seseorang yang mempunyai hobi yang sama dengan Rexa yaitu balapan liar.

Setelah menempuh satu jam perjalanan, mereka tiba di sebuah tempat yang gerbangnya dijaga oleh beberapa orang berbadan tegap dan berwajah seram, yang lebih terlihat seperti bodyguard. Rexa dan Gina terlihat santai berjalan mendekati orang-orang itu, Rexa dan Gina kemudian menyerahkan kartu anggota mereka. Mereka pun dibiarkan masuk setelah bodyguard itu memastikan kalau mereka anggota Fire Club nama perkumpulan anggota balapan liar yang hanya terdiri dari orang-orang yang memiliki kelebihan materi tentunya. Sebab tempat mereka itu memiliki Fasilitas yang serba mewah dan mereka sama sekali tidak tersentuh polisi karena anggota club tersebut merupakan anak dari orang-orang yang berpengaruh atau lebih tepatnya anak-anak kalangan atas. 

Setelah memasuki arena balap, Anggota Fire lain yang sedang nongkrong disana menatap Rexa dan Gina secara bergantian. Pasalnya ini adalah pertama kalinya Rexa dan Gina menginjakkan kaki mereka di tempat ini semenjak peristiwa pelulusan, mereka cukup segan pada Rexa karena Rexa merupakan satu-satunya orang yang pernah mengalahkan ketua Fire club ini. Mereka tersenyum menyambut Rexa dan Gina.
 
''hai, apa kabar semuanya?'' sapa Rexa agak sedikit canggung.
''kabar kami baik, welcome back Galaxi Rexavia, gue gak sabar pengen liat lo bali lagi '' balas Kava salah seorang anggota Fire. Rexa tersenyum kecut.
''gue sama Gina lagi bolos, kebetulan gue lewat daerah sini, gue cuma pengen ngecek anak-anak yang masih aktif disini dan gue tekankan sekali lagi gue udah berhenti bali. Gue udah insyaf  Va.'' ujar Rexa bercanda.
sebuah motor sport hitam tiba-tiba masuk ke Arena, membuat semua orang yang ada di tempat itu menoleh padanya, ia adalah ketua Fire Club sekaligus mantan pacar Rexa. motor itu tepat berhenti di depan Rexa. Setelah helm hitam yang ia kenakan terbuka, tubuh Rexa menegang, melihat wajah itu membuat dadanya terasa sesak. Tapi ia dengan cepat mengubah raut wajahnya menjadi datar, tak menampakkan emosi.

''apa kabar Rex?'' sapa orang tersebut dengan ekspresi yang sulit diartikan. Tanpa menjawab, Rexa segera menarik Gina meninggalkan tempat itu.
''gue janji bakal bawa lo balik kesini Rex, tempat kosong yang lo tinggalin satu tahun lalu, cuma lo satu-satunya obat yang bisa nyembuhin sakit ini'' gumamnya pelan sambil memegang dadanya yang terasa perih.
''kejar dia, lo udah lama nyari dia kan?'' kata Kava kemudian menepuk bahu sahabatnya itu.
''thank's Va, gue pastiin dia bakal balik sama gue, dulu dia milik gue dan selamanya akan tetap seperti itu'' ujarnya dengan penuh keyakinan.

Sementara itu di dalam taksi Gina hanya memperhatikan Rexa yang sedang memejamkan matanya, Gina tau rasa sakit yang sekian lama terpendam di hati Rexa mulai terbuka lagi karena melihat sosok itu. Gina sama sekali tidak menyangka akan bertemu lagi dengan orang itu karena kabar terakhir yang ia dengar, orang itu melanjutkan sekolahnya di London. Entah kenapa Gina merasa akan ada masalah baru yang akan menimpa Rexa, tapi ia segera membuang jauh pikiran itu kemudian berdo'a agar pikiran singkatnya itu tidak jadi kenyataan. Mereka hanya melewati perjalanan pulang itu dalam keadaan diam, mereka sibuk tenggelam dalam pikiran masing-masing. 


''doooorrr'' Gina sukses mengagetkan Rexa saat sahabatnya itu terlihat melamun di koridor sekolah. 
''sialan lo, untung gue gak jantungan. Lo pengen liat gue mati mendadak hah '' sembur Rexa sementara Gina hanya nyengir, dalam hati ia sedikit bersyukur bisa mendengar ocehan Rexa lagi.
''relax neng, tarik nafas dalam-dalam, kemudian hembuskan perlahan-lahan.'' Rexa mengikuti instruksi Gina.
''lo jadi keliatan kayak bu bidan yang mau bantu gue ngelahirin'' gumam Rexa pelan.
''hahaha, kalo lagi stress pikiran lo jadi ajaib Rex, bahkan sampe kepikiran tentang ngelahirin. Gue prihatin ngeliat lo'' ujar Gina yang mendapat tatapan horor dari Rexa.
''bukannya sebaliknya ya, lo yang ngasi instruksi aneh ke gue'' 
''marahnya dipending dulu ya Rex, kita harus menjemput hukuman kita yang udah gak sabar keluar dari mulut pak Wandi'' kata Gina.

akhirnya Rexa diam dan mengikuti Gina ke ruangan pak Wandi, mereka lebih memilih menghadap lebih awal daripada harus mendengar nama mereka dipanggil melalui speaker yang ada di setiap kelas dan pastinya akan menyebabkan mereka mendadak tenar karena secara terang-terangan mengajak pak Wandi perang.

''kalian saya hukum lari keliling lapangan selama lima kali'' itulah hukuman yang diterima Rexa dan Gina setelah mendapat pencerahan gratis dari pak Wandi selama setengah jam, tapi pak Wandi sama sekali tidak mengetahui tentang insiden yang melibatkan Veron dan Rion karena semua saksi mata kejadian itu telah diancam oleh Veron dan Rion.
''tapi pak..'' Gina mencoba protes.
''tidak ada protes, harusnya kalian bersyukur bapak memberi kalian kesempatan berlari sepuasnya, bukankah kemarin kalian berlari ketika hendak bolos.'' kata Pak Wandi.
Rexa memilih diam, ia kemudian keluar dari ruangan itu karena baginya percuma saja mengajukan protes.  ''Rexa, gue lebih milih ngadepin dua kunyuk itu daripada lari keliling lapangan yang luasnya naudzubillah itu'' gerutu Gina.
''udah, terima aja dengan hati ikhlas, puyeng kepala gue denger ocehan lo'' balas Rexa, akhirnya Gina memilih diam. Mereka kemudian bergegas menjalani hukuman mereka.
Setelah lari keliling lapangan selama lima kali, Rexa dan Gina terlilat kelelahan. ''hosh..hosh.. Gue pengen beli minum nih, lo mau nitip gak?'' tanya Gina.
''hah,,hah.. Iya deh gue juga haus banget nih'' Gina pun bergegas menuju kantin. Selang beberapa menit, ada yang menyodorkan sebotol air mineral pada Rexa. Rexa yang sedang menunduk mengira air itu berasal dari Gina, Rexa pun segera meminum air mineral itu.
''thank's ya Gin, cepet bener lo..'' ucapan Rexa terpotong ketika melihat orang yang ia sangka Gina ternyata orang yang sangat ia benci.
''ngapain lo disini?'' kata Rexa dingin.
''gue pengen jagain lo!''balas orang itu.
''haha, ucapan lo buat gue mules'' Rexa hendak meninggalkan orang tersebut tapi terhenti karena lengannya ditahan oleh orang itu.
''dengan segala hormat tuan Regava Herdian Geraldi lepasin tangan gue'' kata Rexa sambil menatap tajam Rega.
''gue gak bakal ngelepas lo lagi'' balas Rega. Namun tiba-tiba ada yang menarik paksa lengan Rexa.
''Lo itu budek atau apa? Lo gak denger tadi dia minta lo ngelepasin tangannya.'' ujar Veron dingin sambil menatap tajam Rega.
''siapa lo?'' balas Rega dengan tatapan sinis.
''gue pacarnya Rexa'' Rexa hanya bisa melongo mendengar penuturan Veron.
''gue gak peduli, sekalipun lo bilang dia itu istri lo gue gak bakalan mundur karena dia itu dilahirkan hanya untuk jadi milik gue'' Veron hanya bisa mendengus kesal. Rexa yang shock dengan penuturan kedua cowok yang ia benci itu memilih untuk meninggalkan keduanya yang masih asyik adu tatapan sinis.
''kok lo ninggalin mereka Rex?'' tanya Gina yang menyusul Rexa.
''trus lo mau gue nonton pertunjukan mereka yang memalukan itu'' balas Rexa dingin. Mendengar jawaban Rexa, Gina akhirnya bungkam. Ia sekarang mengerti bahwa sohibnya itu sedang kesal tingkat akut, dilain sisi ia juga khawatir bagaimana kelanjutan pertengkaran antara Veron dan Rega.
''mudah-mudahan mereka gak sampe adu jotos'' batin Gina.


Veron dan Rega nyaris saja adu fisik seandainya Rion tidak segera datang dan membawa Veron menyingkir dari hadapan Rega.

'' apa lo punya masalah?'' tanya Rion saat mereka tiba di toilet sekolah. Setidaknya tempat itu aman untuk mereka, pastinya setelah mengusir semua orang yang ada di dalam toilet.

''tinggalin gue sendiri'' balas Veron berusaha menenangkan diri.

''OK, tapi gue bakal tunggu sampe lo siap nyeritain semuanya'' kata Rion seraya menepuk pelan bahu Veron.

''thank's bro, Lo bakal tau kalau waktunya udah tepat'' kata Veron, Rion pun meninggalkan Veron. Veron mengepalkan tangannya dan melayangkan tinju ke dinding yang ada di hadapannya.

''arrgggh, kenapa semua mesti serunyam ini'' gumam Veron kemudian menyandarkan tubuhnya ke dinding, ia kemudian terduduk di lantai.

''gue bakal ngasi pelajaran sama si Rexa itu, emang apa hebatnya dia dibanding gue!'' Ragisa seperti cacing kepanasan, tidak rela kalau cewek yang ternyata diperebutkan oleh Veron dan Rega adalah Rexa. Mungkin akan lain ceritanya seandainya ia yang diperebutkan. *ngarep*
''iya, bener tuh! gue gak rela kalau dua cowok ganteng itu ngerebutin dia. Cantikan juga gue!'' timpal Icha sahabat Ragisa.

''tenang aja, gue bakal buat dia kapok dan ngejauhin Veron dan Rega'' kata Ragisa angkuh.


Rexa sedang duduk sendiri di kelas. Ia sedang bad mood berat karena insiden adu mulut Veron dan Rega yang melibatkan dirinya. Ia tidak habis pikir kenapa hidupnya yang tadinya tentram harus hancur seketika semenjak kehadiran Veron dan sekarang kemunculan Rega pria yang telah menyakitinya di masa lalu. Ditengah lamunannya Rexa tidak sadar kalau Ragisa dan Icha sedang menuju ke arahnya. Ragisa yang melihat Rexa sedang melamun, membuka tutup botol air mineral yang ada di tangannya.

Byuuuurr

Rexa langsung gelagapan, ia refleks berdiri kemudian menggebrak meja.


''kenapa lo nyiram gue hah?'' bentak Rexa disertai tatapan tajam seperti ingin memangsa Ragisa dan Icha.

''gue cuma mau ngasi pelajaran sama lo, gue peringatin jangan pernah deketin Veron sama Rega lagi''

''jadi cuma karena mereka lo nyiram gue sampe seperti ini'' moodnya jadi semakin buruk karena insiden ini.

''iya, emang kenapa?'' tantang Ragisa.

''denger yah nona Ragi yang centilnya gak ketulungan! kalo lo mau sama mereka berdua, ambil aja, gue sama sekali gak berminat!'' dengan gerakan cepat Rexa menampar pipi kiri Ragisa. Hal itu membuat Ragisa naik darah sementara Rexa yang sudah dikuasai emosi menarik rambut Ragisa saat mereka telah berhadapan tanpa dihalangi oleh meja lagi.

''ihhhh, rasain lo cewek centil'' Rexa menarik kuat rambut Ragisa, Ragisa yang juga telah menggapai rambut Rexa juga menariknya dengan kuat. Perkelahian mereka tidak ada yang berani melerai, aksi mereka semakin frontal ketika kuku-kuku cantik mereka ikut andil, bahkan posisi mereka yang tadinya berdiri sekarang sudah berganti posisi jadi berbaring di lantai, berguling ke kiri dan ke kanan.

''hentikaaaan'' teriak bu Reni yang baru tiba di kelas X1 IPA 1.

''ikut ibu ke kantor'' Rexa dan Gina pun menurut kemudian mengekor di belakang bu Reni yang lebih dulu keluar kelas.

''siapa yang memulai semua ini?'' tanya bu Reni yang terpaksa menangani perkelahian ini karena pak Wandi sedang ada urusan di luar sekolah.

''dia bu, dia menampar pipi saya..hiks'' kata Ragisa yang pura-pura menangis.

''munafik, bukannya lo yang nyamperin gue trus nyiram gue pake air mineral'' bantah Rexa

''di..dia bohong bu'' sanggah Ragisa sedikit tergagap.

''hn, trus lo mau bilang air mineral itu bergerak sendiri nyiram gue gitu'' kata Rexa tajam, Ragisa pun terdiam. Ia menggigit bibir bawahnya.

''benar itu Rexa?'' tanya bu Reni

''itu gak bener bu, dia ngarang'' sahut Ragisa cepat.

''diam! Ibu bertanya pada Rexa'' bentak bu Reni yang kesal karena Ragisa menjawab pertanyaan yang ia ajukan untuk Rexa.

''lokasi perkelahian itu di kelas saya bu, mereka berdua datang mengganggu waktu istirahat saya'' jelas Rexa, bu Reni menghela nafas berat.

''berikan surat ini pada orang tua kalian'' kata bu Reni kemudian memberikan dua pucuk surat panggilan orang tua pada Rexa dan Ragisa.

Rexa tersenyum kecut, ia memandang nanar surat panggilan itu.
''seandainya dengan berbuat onar bisa bikin bonyok gue balik, gue bakal bikin onar tiap hari'' gumam Rexa miris, ia sedang menyendiri di atap sekolah. Tiba-tiba ia begitu merindukan kedua orang tuanya. 

Sepulang sekolah, Gina yang melihat Rexa murung sejak pagi tadi mengajak Rexa ke tempat yang mungkin bisa membuat hatinya sedikit tenang. Setelah satu jam perjalanan, akhirnya mereka berdua telah sampai di tempat bali, disana sudah banyak terkumpul anak-anak Fire yang lain.


'' kebetulan lo dateng Rex, pasti Rega tambah semangat buat tanding sama ketua Wind club'' Rexa mengernyit bingung.

''bukannya Wind club itu dari bandung?'' tanya Rexa.

''iya, dan sekarang mereka bakalan tanding. Mereka udah start lima menit yang lalu'' jelas Kava. Rexa memilih diam, ia tidak begitu mengetahui tentang Wind Club, karena mereka begitu terorganisir dan tertutup. Setiap mengadakan bali mereka tidak pernah menampakkan wajah mereka. Hanya itu yang Rexa ketahui.


Setelah melakukan lima kali putaran, setelah terjadi susul menyusul diantara keduanya. yang keluar sebagai pemenang adalah ketua dari Wind Club. Nampak jelas raut kecewa dari wajah Rega. Kava dan teman-temannya memberi semangat pada Rega, sementara wajah Rexa menegang seketika begitu mengamati motor yang digunakan oleh ketua Wind club itu. Dengan gerakan cepat ia menarik Gina meninggalkan tempat itu.
Rega memandang ketua Wind Club itu dengan tatapan tajam, sementara ketua wind club itu tersenyum sinis dibalik helm yang ia kenakan. Ia kemudian mengangkat jempolnya kemudian mengarahkannya ke bawah. Setelah itu ia keluar dari tempat itu diikuti anggota Wind yang lain.

Keesokan harinya Veron yang sedang melangkah santai di koridor sekolah dihadang oleh Rega yang langsung menghadiahi Veron pukulan di wajahnya, Veron yang tidaj terima diserang tiba-tiba membalas pukulan Rega.
''gimana pukulan gue ketua Wind?'' bisik Rega.Veron tersenyum sinis, ia sudah menduga kalau cepat atau lambat Veron akan mengetahui rahasianya. Setelah adu jotos kurang lebih selama lima belas menit, aksi mereka harus terhenti karena kemunculan pak Wandi yang langsung menggiring mereka ke ruangannya.

''hebat kalian, kalau ingin adu kekuatan, jangan di sekolah! Hobi itu lebih baik kalian salurkan di tempat yang benar, di ring tinju misalnya.'' omel pak Wandi tapi yang diceramahi hanya diam sambil sesekali saling adu tatapan sinis.

''kalian sudah membuat bapak jengah, Veron kamu baru seminggu disini dan kamu Rega bukankah ini hari keduamu disini?'' tanya pak Wandi.

''iya pak'' jawab Rega singkat. Sama halnya dengan Veron Rega juga terlihat santai di depan pak Wandi.

''apa hukuman kami pak?'' tanya Veron yang sudah bosan mendengar ocehan pak Wandi.

''berdiri ditengah lapangan, angkat sebelah kaki kalian ditambah saling jewer telinga''

''it's impossible sir'' protes Rega yang fasih menggunakan bahasa inggris karena ia belum lama pulang dari London.

''it's possible, bukankah kalian ingin pamer kekuatan, jadi silahkan tunjukkan!'' pak Wandi memang terkenal sangar dan tidak pernah main-main dalam memberi hukuman.

Dengan langkah gontai Veron dan Rega melenggang ke lapangan, walaupun dalam hati mereka memaki-maki pak Wandi yang memberi hukuman memalukan itu. Mereka tidak punya pilihan lain karena pak Wandi mengancam memberi skors satu minggu kalau mereka tidak melakukan hukuman itu.

Semua siswa dan siswi yang berlalu lalang tidak bisa melewatkan kejadian langka itu, mereka memandang prihatin kedua casanova itu. Sementara Veron dan Rega sibuk menjaga keseimbangan masing-masing karena saling tarik telinga dengan kuat.
''eh, setan jangan kenceng-kenceng nariknya, modal nih'' omel Rega.

''diem iblis, lo sendiri juga kekencengan nariknya'' balas Veron

''kata siapa? Biasa aja kok!'' elak Rega.

''kata gue, emang lo gak denger tadi gue yang ngomong'' Veron dilawan, hobinya muter balik omongan orang. Ckck

''gue peringatin lo, jauhin Rexa'' ancam Rega.

''justru lo yang mesti jauhin dia'' kata Veron santai, sama sekali tidak gentar dengan ancaman Rega.

''kalau gue gak mau'' tantang Rega.

''gue juga gak mau'' balas Veron.

''OK,kita liat siapa yang bakal milikin dia nanti'' kata Rega meremehkan.

''perlu lo inget, gue Galaxi Veronziko gak pernah kalah!''

''dasar angkuh, gue yang bakal ngalahin lo'' kata Rega penuh keyakinan.

''bisa aja sih, tapi cuma di mimpi lo''

Rexa sedang duduk di sebuah kursi yang ada di balkon kamarnya tidak menyadari kehadiran Gara. Ia terlihat sedang merenung, ah lebih tepatnya meratapi hidupnya yang dipenuhi segudang masalah. Pertama bermasalah dengan Veron yang melibatkannya dalam sebuah permainan yang tak Rexa mengerti maksud dan tujuan akhirnya, setelah itu Rega yang tiba-tiba muncul membuka luka lama yang telah lama tersimpan rapi dihati Rexa, ditambah lagi dengan Ragisa yang mengajaknya adu fisik hanya karena ia ingin Rexa menjauhi Veron dan Rega. Harusnya ia sadar, tanpa harus dipaksa Rexa dengan suka rela akan melakukannya, dan masalah terakhir ialah surat panggilan yang ditujukan untuk orang tuanya yang terpaksa hanya diwakili oleh Gara. Hal yang tentu saja mengundang senyum mengejek dari Ragisa yang masih beruntung memiliki orang tua yang masih peduli padanya.

''maafin Rexa kak'' gumam Rexa begitu menyadari Gara sudah duduk manis di sampingnya.

''udah, gak usah dibahas lagi yah. kakak tau kamu lagi punya banyak masalah'' ujar Gara sambil mengacak rambut Rexa. Ia menyadari adiknya itu pasti sedih karena lagi-lagi orang yang ia harapkan untuk memberinya perhatian dan saran tidak ada saat Rexa membutuhkan solusi atas masalah yang menimpanya, seperti gadis remaja lain pada umumnya.

''Kak Gara, disini sakit kak.'' gumam Rexa pelan sambil memegang dadanya yang terasa sesak.

''menangislah bila itu bisa mengurangi sedikit rasa sakitnya'' gumam Gara kemudian memeluk Rexa.
Tangis Rexa pun kembali tumpah, dan itu hanya akan terjadi saat ia di depan Gara.

''kak, Rexa kangen sama mereka'' gumam Rexa yang masih menangis tanpa suara di pelukan Gara.

''kak Gara juga kangen''

''Rexa kayaknya pengen mati aja deh kak'' kata Rexa yang membuat Gara melepas pelukannya.

''heii, darimana kau dapatkan pikiran buruk itu'' Gara mengguncang bahu Rexa, ini pertama kalinya Rexa berpikir sampai sejauh itu.
Gara menitikkan air matanya, segitu rapuhnya kah adiknya itu sekarang.

''Rexa capek kak, Rexa mencoba untuk sabar dan selalu sabar berharap penantian Rexa akan segera berakhir. Tapi mereka sama sekali tidak pernah peduli'' teriak Rexa, ia terduduk di lantai.

''sudah Rexa, kakak mengerti perasaanmu. Apa kamu sudah tidak membutuhkan kak Gara lagi?'' hati Rexa mencelos, ia mendongak menatap wajah kakaknya. Ia sadar telah menyakiti hati kakaknya itu. Ia kemudian berdiri dan lekas memeluk Gara.

''maafin Rexa kak, Rexa egois dan tidak peduli pada perasaan kakak'' kata Rexa menyesal. Gara tidak membalas ucapan Rexa, ia hanya memapahnya masuk ke kamar.

''istirahatlah, have a nice dream'' ujar Gara kemudian mencium kening adik kesayangannya itu.

Gina melirik jam tangannya dengan perasaan was-was. Pukul 07.15 pagi.
''mampus, gue udah telaat. Mang Urip cepetan dong!'' gumam Gina yang sudah gelisah saat dalam perjalanan ke sekolah. Inilah akibatnya karena ia semalaman begadang hanya untuk menonton film korea favoritnya. sementara ada motor Sport hitam yang sedang melaju ke arah mobilnya dengan kecepatan tinggi dan hampir menabrak bagian belakang mobil Gina yang mendadak mogok.

''woy, bisa nyetir gak sih?'' umpat Rion setelah membuka kaca helmnya.
Gina pun keluar dari mobil.

''ya Allah, sial banget sih gue mesti ketemu lo lagi. Udah bosen hidup lo ya?'' kata Gina sambil melirik sinis Rion.

''justru supir lo yang gak becus bawa mobil, berhenti di tengah jalan. untung gue gak nabrak tadi.'' Rion tidak terima disalahkan begitu saja, ia merasa ia yang jadi korban tapi kenapa malah Gina yang ngamuk. Ckck

''ihhhh, justru lo yang terlalu ngebut sampe gak sadar kalo ada mobil mogok di depan lo.'' sunggut Gina.

''kenapa mobil lo?'' tanya Rion.

''gak tau'' balas Gina ketus. Ia gelisah menunggu taksi yang tak kunjung lewat agar ia bisa cepat pergi dari hadapan Rion. Rion yang teringat insiden saat Gina menggigit tangannya tersenyum licik.

''mau nebeng gak?'' tanya Rion pelan.

''ogah''

''ya udah, asal lo tau aja di daerah sini jarang ada taksi yang lewat.'' Gina menggigit bibir bawahnya. Tanpa berkata apa-apa, ia kemudian naik ke jok belakang motor Rion.

''kena lo'' batin Rion kemudian segera melajukan motornya dengan kecepatan tinggi.

''huwaaaaaaaaaaaa'' teriak Gina histeris.

Sementara Rexa yang baru saja selesai memarkirkan mobilnya Kaget ketika Rega menarik paksa lengannya dan memaksanya masuk ke dalam mobil, Rexa hendak keluar dari mobil namun kalah cepat oleh Rega yang telah mengunci semua pintu mobil.


''ada apa?'' tanya Rexa dingin.

''gue pengen ngejelasin semuanya''

''gak perlu, gue udah ngelupain semuanya.'' kata Rexa bohong karena sampai kapan pun ia tidak akan pernah atau lebih tepatnya tidak akan bisa melupakan kejadian itu.

''waktu itu Erika ngejebak gue, dia bilang cuma pengen liat sedalam apa perasaan lo sama gue dengan pura-pura jadian sama dia'' Rega memberi jeda pada ucapannya.
''gue setuju aja saat dia bilang pengen buat lo jealous, tapi gue gak tau kalau dia bakal nyium gue di depan lo'' Rexa sekuat tenaga menahan gejolak di hatinya, ingin rasanya ia berteriak menyuruh Rega menghentikan cerita menyakitkan itu.

''Rexa yang dulu udah mati, Lo yang ngebunuh dia. Sekalipun lo udah ngejelasin alasannya, hati gue udah gak bisa kembali seperti dulu'' kata Rexa datar.

''tapi Rex..''

''sekarang lo liat gue, kalo lo emang kenal baik sama gue, jawab dengan jujur apa Rexa yang sekarang masih Rexa yang sayang sama lo?'' tanya Rexa dan menatap tajam Rega.

''gue nanggung sakit ini selama setahun'' ujar Rega lemah.

''lo sendiri yang buat semuanya jadi serunyam ini''

''please Rex, kasi gue satu kesempatan lagi'' mohon Rega.

''gue dulu ngasi kunci hati gue sama lo, tapi lo nyia-nyiain kepercayaan gue'' kata Rexa datar.

''maka dari itu izinin gue buka hati lo pake kunci itu lagi'' ujar Rega terlihat putus asa.

''tapi sayangnya lo udah ngancurin kunci itu bersama penghianat itu'' ujar Rexa yang enggan menyebut nama Erika.

''bukain pintunya'' Rega pun menuruti permintaan Rexa.

Rexa yang baru keluar dari mobil Rega hanya bisa sweatdrop melihat Gina yang datang dengan Rion.

Dengan wajah yang pucat pasi, Gina turun dari motor Rion. Sementara Rion terlihat cuek dan meninggalkan Gina yang langsung jongkok karena merasa mual.


''mimpi apa lo bisa bareng Rion ke sekolah?'' Gina kaget karena Rexa yang tiba-tiba datang lalu menepuk pelan pundaknya.

''gue masih hidup kan Rex?'' tanya Gina yang membuat Rexa bingung.

''Lo udah mati, sekarang lo lagi di neraka'' jawab Rexa asal.

''sialan lo, gue hampir aja mati gara-gara si Rion brengsek itu'' sunggut Gina dengan wajah cemberut.

''hahaha, mungkin dia masih dendam sama lo''

''terserah lo, ke kelas yuuk'' ajak Gina. Mereka pun bergegas menuju kelas mereka. Tanpa mereka sadari, ada yang memperhatikan Rexa bahkan sejak Rexa baru menginjakkan kakinya di sekolah.


''maafin gue Rex, akhir dari permainan mungkin akan nyakitin lo.''


''Lo sakit?'' tanya Gina yang melihat wajah Rexa nampak muram.

''gue gak apa-apa'' jawab Rexa singkat.

''Lo bohong, cerita dong ke gue!'' desak Gina.

''ke atap yuk! Gue gak mood belajar'' Gina mendesah pelan. Tau gini gue gak usah nebeng sama si kunyuk itu, kalau ujung-ujungnya gak belajar juga di jam pertama.

''tapi lo mesti cerita secara detil ke gue, percuma dong kita bolos kalo lo cuma cerita setengah-setengah!'' Rexa menanggapinya bosan, ia berjalan mendahului Gina.

Setibanya di atap sekolah, Rexa menceritakan kejadian pagi tadi saat ia bersama Rega.

''jadi Erika sengaja ngejebak Rega supaya hubungan kalian hancur'' Gina shock mendengar penuturan Rexa, selama ini ia mengira Rega dan Erika memang pacaran dan Rega hanya menjadikan Rexa sebagai mainan. Yah itulah yang ia dengar langsung dari Erika sesaat setelah Rega dan Rexa putus.

''begitulah'' jawab Rexa cuek.

''trus rencana lo selanjutnya apa? jangan bilang kalo lo udah balikan sama Rega'' kening Rexa mengerut, jelas sekali ia tidak suka mendengar kalimat terakhir Gina.

''gak ada yang berubah, gue gak munafik, masih ada sedikit rasa yang tersisa di salah satu tempat di sudut hati gue, tapi gue pastiin Rega gak akan bisa menjangkau tempat itu lagi sejak kejadian itu'' Gina memandang Rexa takjub, ia belum tentu bisa setegar Rexa jika ia mengalami hal yang sama. Rexa memang selalu tertutup tentang masalah keluarganya tapi Gina tahu kalau Rexa kurang kasih sayang orang tua dan hanya ada Gara yang selalu jadi sandarannya saat ia benar-benar rapuh. Rexa hanya akan menceritakan masalah-masalah tertentu pada Gina, seperti halnya sekarang, Rexa menceritakan tentang penjelasan Rega.

Gina mempercepat langkahnya menuju kantin, tapi langkahnya harus terhenti karena Rion mencegatnya.

''minggir, kalo lo mau ngajak berantem tunggu sampe gue selesai makan'' usir Gina yang kesal karena dicegat oleh Rion sehingga acara makannya jadi tertunda.

''mana ucapan terima kasih lo!'' kata Rion santai.

''Lo nuntut terima kasih karena udah hampir bikin gue mampus. gila!'' emosi Gina jadi meletup-letup ibarat gunung merapi yang siap meletus dan mengeluarkan lahar panas yang siap menghanguskan Rion.

''biasa aja kali, lagian gue juga gak mau ikut-ikutan masuk neraka karena mati bareng lo!'' ujar Rion yang membuat Gina melotot.

''what? Yang ada juga gue yang pengen bilang kalo lo cepet pengen ke neraka gak usah ajak-ajak gue'' senyum tipis menghiasi wajah Rion melihat Gina yang ngomel-ngomel seperti itu, ia terlihat lucu dan menggemaskan. Gina tertegun melihat senyum Rion karena itu adalah senyum tulus pertama tanpa seringai mengejek yang sering dilihat Gina semenjak mereka memutuskan untuk perang.

''kenapa bengong? Baru sadar kalau gue keren!'' kata Rion narsis.

''ihhhh, Narsis amat nih cowok'' ujar Gina yang heran melihat sisi lain Rion.

''gue pengen ngomong sesuatu sama lo!'' ucap Rion tiba-tiba serius.

''ngomong aja'' Rion langsung menarik pergelangan tangan Gina.

''eh, gak usah pegang-pegang!'' Gina mencoba protes tapi Rion tidak mengindahkan ocehan Gina.

Rexa yang sedang menghabiskan waktu istirahat di kelas, tersentak kaget melihat Veron yang melintas begitu saja di depan kelasnya. Ia baru sadar kalau Veron tidak pernah mengganggunya selama beberapa hari ini, Rexa yang tersadar dari pikirannya yang melenceng itu memukul-mukul kepalanya. Ia merutuki dirinya yang terlihat seperti merindukan kejahilan Veron, hal yang gila menurutnya. Mana mungkin ada orang yang rindu dijahili, Impossible. Benar atau tidaknya pikiran melenceng itu! hanya Rexa dan tuhan yang tahu jawabannya. Ckck

Gina berhenti mengajukan protes ketika memasuki area kantin, ia baru ingat kalau tujuan awalnya tadi adalah mengisi perutnya yang sudah nagih minta diisi karena Gina tidak sempat sarapan sebelum berangkat ke sekolah, tapi ia harus menundanya beberapa menit karena Rion mengajaknya adu mulut.

''jadi apa yang pengen lo omongin?'' tanya Gina disela-sela acara makan baksonya, sementara Rion hanya memesan minuman dingin.

''apa masalah Veron sama Rexa?'' tanya Rion yang masih penasaran atas masalah sohibnya itu dengan Rexa.

''gak tau, kenapa lo gak nanya langsung sama sohib lo itu. Dia duluan yang ngajak Rexa perang!'' tutur Gina sambil menerawang perkenalan pertama Rexa dan Veron yang amat sangat jauh dari kesan manis.

''dia gak mau cerita, gimana sama Rexa?''

''Rexa aja gak tau apa salah dia sama Veron!'' sahut Gina cuek.

''lo yakin Rexa gak tau apa salah dia sama Veron?'' Rion terlihat tidak percaya atas penuturan Gina.

''apa kata lo deh! Gue gak peduli'' gumam Gina dengan wajah cemberut.

''ya udah, kalo gitu gue duluan ya! Tolong bayarin minuman gue.'' Gina kembali melotot, Rion benar-benar sukses memancing emosi Gina yang tadinya mereda karena sikap hangat yang ditunjukkan Rion. dengan perasaan dongkol, Gina bangkit dari duduknya seraya mengeluarkan segala macam umpatan untuk Rion.

''mang Upik, berapa semuanya?'' tanya Gina dengan wajah ditekuk.

''udah dibayar kok neng sama den Rion'' Gina jadi malu sendiri, telah mengeluarkan umpatan-umpatan sadis untuk Rion.
Sepulang sekolah, Rexa menghela nafas berat ketika melihat Rega menunggunya di depan mobilnya.

''ada apa lagi sih?'' Rexa terlihat lelah, Rega terlihat kacau. Benarkah harapan yang ia simpan selama setahun harus pupus saat ini juga.

''OK, gue pergi. Satu hal yang perlu lo ketahui, gue akan tetap mencintai lo sampe kapan pun'' ujar Rega meninggalkan Rexa yang terdiam. Lo yang ngebuat gue seperti ini, semuanya gak akan seperti ini kalau lo gak menciptakan jurang pemisah itu. Batinnya,  kemudian masuk ke dalam mobilnya.

jam sudah menunjukkan pukul tiga siang, di kediaman keluarga Dirgawitra terlihat sang kepala keluarga Dirgawitra Winaldi yang baru saja pulang dari luar negeri sedang terlibat perbincangan serius dengan putra sulungnya.

''pokoknya besok kamu ikut ayah ke Aussie'' tegas sang papa yang jelas terlihat tidak ingin dibantah.

''bagaimana dengan Rexa?'' Gara terlihat kesal dengan keputusan sepihak yang diambil papanya tanpa meminta persetujuannya terlebih dahulu.

''masih ada bi Inah yang bisa menemaninya''

''papa berkata seolah-olah Rexa itu patung yang tidak punya perasaan. KENAPA PAPA BISA SETEGA ITU PADANYA?'' teriak Gara frustasi. Tanpa mereka sadari ada seseorang yang menyimak baik-baik perbincangan mereka. hatinya sakit mendengar satu-satunya orang yang selalu menemaninya ternyata akan meninggalkannya. Dengan langkah cepat, Rexa berlari menuju mobilnya tanpa menghiraukan Gara yang meneriakkan namanya. Ia tidak tahu pasti kemana ia akan pergi, ia hanya ingin menenangkan diri sejenak.


Rexa mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi, karena melamun Rexa terlambat menyadari kalau di depannya sedang ada mobil yang berhenti. Beruntung Rexa sempat mengurangi kecepatan mobilnya saat jaraknya dengan mobil itu sudah dekat. Tapi tetap saja Rexa menabrak bagian belakang mobil itu.

''kalau kau ingin mati, jangan merepotkan orang lain nona'' omel sang pemilik mobil yang kaget karena Rexa menabrak mobilnya.

''maaf pak, saya tidak sengaja'' Rexa yang sudah keluar dari mobil menundukkan kepalanya, ia terlihat sangat berantakan.

''saya minta ganti rugi'' ucap bapak itu tegas.

''tapi saya tidak bawa uang lebih pak'' ujar Rexa pasrah. Ia tidak tahu harus minta tolong pada siapa karena ia sedang ngambek pada Gara.

''saya yang akan mengganti kerugian bapak'' Rexa menoleh ke arah sumber suara yang baru saja menjadi dewa penolongnya.

''Veron'' gumam Rexa lirih.

Veron menyerahkan selembar cek pada korban penabrakan itu, cek itu telah terisi nominal yang bahkan lebih dari cukup untuk memperbaiki bagian belakang mobil yang sedikit ringsek karena kelalaian Rexa.

''lo itu emang hobi banget ya cari masalah!'' bentak Veron, air mata yang tadi sempat terhenti kembali mengalir dari mata indah itu. Veron terdiam melihat bulir air mata yang masih setia mengaliri pipi mulus Rexa. Ini adalah tangis pertama yang ia lihat dari seorang Rexa, Veron merengkuh Rexa dalam pelukannya. Ada penyesalan yang menyusup ke relung hatinya karena telah membentak Rexa. Ia kemudian menuntun Rexa masuk ke dalam mobil. Setelah lama larut dalam pikiran masing-masing Veron memutuskan untuk mengajak Rexa ke suatu tempat yang mungkin bisa menghiburnya.
Apa karena lelaki itu, lo jadi hancur kayak gini? Batinnya. Mereka berhenti di depan sebuah toko, Rexa tidak terlalu peduli pada apa yang dilakukan Veron karena suasana hatinya sedang buruk. Veron kembali dengan sebotol air mineral dan dua buah kotak agak besar yang entah berisi apa.

''nih, minum dulu. Supaya stok air mata lo gak abis'' ujar Veron kemudian menyerahkan air mineral itu pada Rexa. melihat Rexa yang sudah selesai minum, Veron menyerahkan salah satu kotak itu pada Rexa kemudian kembali menyalakan mesin mobilnya. Rexa tertegun, kotak itu ternyata berisi sepasang sepatu roda.

''berapa harganya?'' tanya Rexa to the point.

''lo gak perlu tau harganya, gratis kok!'' rasanya Veron ingin membenturkan kepalanya karena pertanyaan konyol Rexa.

''emang siapa yang mau bayar? Gue kan cuma nanya harganya doang!'' GUBRAK.. Veron sweatdrop ternyata Rexa hanya ingin memancing emosinya. Sabar Veron.. Batinnya.

''lo lagi beruntung karena yang lagi nemenin gue itu malaikat, jadi kali ini lo selamat!'' Rexa tersenyum kecil, setidaknya keberadaan Veron disampingnya membuat hatinya sedikit tenang.

''emang iblisnya lagi kemana?'' tanya Rexa lagi, pertengkarannya dengan Veron membuatnya bisa mengalihkan pikirannya sejenak dari masalah keluarganya.

''dia lagi pup'' jawab Veron asal.

''emang iblis bisa pup juga ya? Hebat juga ya iblis lo itu''.  Veron menepuk jidatnya, meladeni Rexa yang seperti ini jauh lebih sulit. Ia bernafas lega ketika mereka sampai di suatu tempat yang telah dipenuhi anak-anak yang sebaya dengan mereka sedang sibuk melakukan atraksi dengan menggunakan sepatu roda. Rexa langsung sumringah dan cepat-cepat turun dari mobil. Ia termangu melihat Veron juga memasang sepatu roda di kedua kakinya sama seperti dirinya. Mereka kemudian bergabung dengan anak-anak komunitas sepatu roda tersebut. Veron senang melihat Rexa yang tertawa lepas ketika adu kecepatan dengan beberapa anak dari komunitas sepatu roda tersebut.


Tepat pukul lima sore, mereka tiba di depan rumah Rexa.
''permainan ini berakhir disini, gue ngaku kalah sama lo. Gue bakal pergi'' ucapan Veron itu seperti hantaman besar di hati Rexa, baru saja ia menganggap Veron sebagai sandaran kedua setelah Gara tapi dengan satu kalimat itu harapan kecil itu telah musnah tak berbekas.

''thank's untuk hari ini'' Rexa berlari menembus hujan yang mulai turun. Veron memandang nanar Rexa yang telah masuk ke dalam rumah.

''setidaknya lewat perkenalan singkat dan unik ini, lo bakal langsung inget sama gue saat kita bertemu di tempat dan situasi yang berbeda nanti.'' Veron melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, ia menyimpan sesuatu yang tidak ah lebih tepatnya belum bisa ia ungkapkan sebelum saatnya tiba.

Rexa menutup pintu kamarnya dengan keras.tangisnya kembali pecah, ia tidak menyangka semua kejadian buruk itu secara beruntun menimpa dirinya hari ini.

''maafin kakak Rexa'' Gara merengkuh adik kesayangannya itu dalam pelukannya.

''hiks..kak Gara jahat,..kak Gara nggak nepatin janji kakak..hiks'' Rexa memukul-mukul dada Gara.

''kamu benci ya sama kakak?'' tanya Gara kemudian menguraikan pelukannya.

''gak mungkin, Rexa gak akan bisa benci sama kakak'' Rexa menunduk berusaha meredam tangisnya.

''maafin papa nak, suatu saat nanti kalian akan tahu kenapa papa sama mama melakukan ini'' gumam papa mereka yang ternyata menyaksikan adegan kakak adik itu sejak tadi. Ia kemudian meninggalkan tempat itu dengan beberapa bulir air mata yang juga mengalir dari matanya.

''Awalnya Rexa pikir harusnya hidup Rexa akan dipenuhi cahaya kebahagiaan layaknya Galaksi yang terdiri dari miliaran bintang-bintang, tapi yang terjadi justru sebaliknya hidup Rexa hanya dipenuhi kesedihan kak'' Gara kembali memeluk adiknya itu.

''kak Gara janji, kakak akan mengabarimu setiap hari selama kakak disana'' ia mengelus puncak kepala Rexa.
Pada akhirnya Rexa tetap akan sendiri, ditinggalkan orang tua, kak Gara, Rega dan Veron. Batinnya perih, semua orang-orang terdekatnya itu tidak menyadari kalau mereka telah meninggalkan luka yang dalam di hati Rexa.


Sementara di suatu tempat.
''Gue janji Rex, gue bakal balik kesini dengan permainan baru yang akan menghapus semua kesedihan lo. Wait me!'' Veron meninggalkan apartemennya lengkap dengan semua barangnya yang telah ia kemas ke dalam sebuah koper. Ia pergi setelah mengucapkan sebuah janji yang akan terus mengikuti langkahnya, janji yang akan menuntunnya untuk kembali pada seseorang bernama GALAXI REXAVIA.

Rexa masih meringkuk di balik selimut, tidak seperti hari-hari sebelumnya dimana pada pukul 6 pagi ia masih asyik berkelana di alam mimpinya. Tempat dimana ia bisa mewujudkan semua hal yang tidak pernah ia dapatkan di dunia nyata, meskipun ia sadar semua itu hanyalah semu dan tak pernah ada. Ia bukannya tidak ingin bangun dan berangkat ke sekolah ataupun menantikan Gara untuk masuk ke kamarnya dengan segayung air dan memaksanya mandi. Ia bahkan sudah tidak ingat lagi sudah berapa lama ia tidak memejamkan mata, jiwanya entah berada dimana, lebih dari itu hatinya mulai merasa lelah. Lelah mencari jawaban atas semua masalah yang tak pernah bosan menghampirinya, Haruskah ia menyalahkan takdir! entahlah. ia merasa seperti sedang tersesat di suatu tempat yang gelap, tak ada yang mendengar raungan kesedihannya, tak ada yang memberi tahunya jalan keluar, hingga akhirnya ia sampai pada tahap putus asa karena ia tidak bisa menemukan setitik pun cahaya yang bisa memberinya satu harapan. yang membuatnya percaya akan ada orang yang bisa menariknya ke tempat dimana ia akan menemukan kebahagiaan, tanpa harus merasakan lagi sakitnya ditinggalkan, serta perasaan kesepian yang menggerogoti semua dinding pertahanan yang ia ciptakan sehingga ia terlihat rapuh. Ia bagaikan batu yang sedang berada di ujung jurang, yang setiap saat bisa jatuh tanpa ada yang bisa mencegah ataupun menolong kejatuhannya.

dengan pelan, Gara memutar knop pintu kamar Rexa.
''hey, bangun pemalas'' Gara mencoba bersikap biasa pada Rexa, walaupun dalam hatinya ia benar-benar tidak ingin meninggalkan adiknya itu.

''Rexa ngantuk kak'' jawab Rexa dari balik selimut.

''bangun yah, kakak bakal anterin kamu.'' kata Gara kemudian menyingkap selimut Rexa. Rexa menggigit bibir bawahnya, setelah berpikir sejenak. Ia kemudian bangun dan bergegas ke kamar mandi, ia menerima tawaran Gara karena ini adalah hari terakhir kakaknya itu di Indonesia.

***
Selama perjalanan ke sekolah, keduanya hanya melaluinya dalam diam. Rexa memeluk erat pinggang Gara, diam-diam air matanya kembali menetes, ia akan sangat merindukan pelukan ini. Sementara Gara sibuk berkonsentrasi dengan jalan di depannya, ia merasakan pelukan Rexa yang semakin erat tapi ia tetap tidak bicara apa-apa.

Dengan wajah lesu, Rexa memasuki kelasnya, ia melihat Gina menatapnya dengan tatapan sedih. Entah kenapa perasaan Rexa jadi tidak enak melihat tatapan itu, satu hal yang pasti ada sesuatu yang sedang ingin ia katakan. Tapi keduanya langsung tersadar saat bel masuk berbunyi.

Bu Nhia, wali kelas X1 IPA 1. masuk ke kelas dengan wajah murung, membuat semua anak kelas X1 IPA 1 memandangnya dengan tatapan penuh tanya.

''hari ini kalian akan kehilangan salah satu teman kalian'' kalimat singkat itu membuat suasana kelas yang tadinya tenang, menjadi gaduh karena kebingungan akan maksud dari ucapan bu Nhia.

''apa maksud ibu?'' tanya Fajar, sang ketua kelas mewakili semua anak X1 IPA 1.

''ini adalah hari terakhir Gina Agrevia di sekolah ini'' Rexa yang mendengar itu, menatap Gina yang menunduk menahan tangis. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun Rexa berlari keluar kelas. Gina yang melihat itu segera menyusul Rexa, bu Nhia dan teman-temannya hanya memandang prihatin kedua sahabat itu. Mereka semua tahu sedekat apa Gina dan Rexa.

***
''kenapa lo gak cerita?'' tanya Rexa to the point. Saat ini mereka sedang duduk di bawah pohon yang terletak di belakang sekolah.

''gue gak mau nambah beban lo, gue takut lo bakalan benci sama gue!'' ujar Gina dengan air mata yang sudah mengalir dari pelupuk matanya.

''justru ini jauh lebih nyakitin gue, lo sama Gara ninggalin gue diwaktu yang bersamaan'' Gina hanya bisa menunduk.

''maafin gue''

''lo pindah kemana?'' tanya Rexa yang berusaha menahan tangisnya.

''Bandung'' jawab Gina singkat.

''trus kapan lo berangkat?''

''besok, lo gak benci kan sama gue?'' Gina tidak ingin persahabatannya dengan Rexa harus selesai karena masalah kepindahannya.

''gak kok, gue gak bakal benci sama lo. Karena gue bakal ikut lo ke bandung'' membuat Gina tercengang.

''lo serius?'' gumam Gina ditengah kekagetannya.

''gue bakal ngelakuin apapun, supaya bisa ninggalin tempat menyedihkan ini'' usai mengatakan itu, Rexa berjalan meninggalkan Gina yang masih belum sepenuhnya memperoleh kesadarannya.

Setelah minta izin pada bu Nhia untuk pulang lebih awal, Rexa segera menyetop taksi.

Setibanya di rumah, dengan langkah pelan Rexa masuk ke rumahnya.
''lho, kok kamu udah pulang?'' tanya Gara yang bingung mendapati Rexa pulang karena sekarang masih pukul 11 siang.

''kak, bantuin Rexa yah!'' melihat tatapan memohon itu, Gara hanya mengangguk kemudian menggenggam kedua tangan adiknya. Setelah memberi tahu keinginannya, Gara pun menemani Rexa ke kamar papa mereka.

TOK TOK TOK
Ketukan pintu itu nyaris membuat jantung Rexa berhenti berdetak, tapi ia sudah membulatkan tekatnya. Apa pun hasilnya nanti, ia sudah tidak peduli, yang paling penting adalah mengutarakan keinginannya.

''ada apa?'' tanya sang papa yang baru membuka pintu kamarnya.

''Rexa ingin bicara pa'' Gara mewakili Rexa yang sepertinya masih belum siap bicara.

''jadi apa yang ingin kamu bicarakan?'' tanya papanya ketika mereka telah duduk di sofa yang terletak di ruang tamu.

''Rexa ingin pindah ke Bandung!'' gumam Rexa akhirnya, ia tidak berani menatap mata papanya. Ia sudah mempersiapkan mentalnya jika penolakan lah yang akhirnya keluar dari sosok berwibawa di hadapannya itu.

''kenapa kamu ingin pindah?''

''Rexa ingin menenangkan diri pa, Rexa butuh suasana baru'' jawab Rexa yang masih menunduk.

''tidak bisa, kamu tetap disini'' air mata yang susah payah ditahan Rexa, akhirnya mengalir juga.

''KENAPA PAPA MEMPERLAKUKAN REXA SEPERTI INI? Rexa hanya ingin ketenangan pa'' jawab Rexa melemah, ia akhirnya berlutut di depan ayahnya. Gara yang melihat itu, membantu Rexa berdiri.

''kalau papa tidak mengizinkan Rexa pindah, Gara tidak akan ikut papa pergi. Kalaupun papa ingin mengusir kami, Gara dengan senang hati melakukannya!'' ancam Gara kemudian berbalik, ia sudah memutuskan melawan perintah papanya karena tidak menuruti keinginan Rexa yang menurut Gara adalah hal yang sangat bagus untuk Rexa.

''baiklah, papa mengizinkan kamu pindah, papa akan mengurus kepindahanmu hari ini juga!'' papanya bergegas masuk ke kamar, sebenarnya ia ingin sekali memeluk kedua anaknya itu. Tapi ia sadar, sekarang ada jurang pemisah yang menyebabkan hal itu tidak bisa ia wujudkan.

''halo, Gina gue diizinin pindah'' tak ada nada riang dalam ucapan Rexa melalui telepon itu.

''oh yah? jadi kita sekolah bareng lagi kan?'' Gina sangat senang mendengar kabar dari Rexa tersebut, ia sampai melompat-lompat di atas tempat tidur.

''pasti, sampai jumpa di Bandung!'' Rexa menutup telepon itu. Rexa menarik nafas panjang, ia hanya berharap keputusannya ini akan berdampak baik untuknya.

***
''jaga diri kamu baik-baik yah! Maaf kakak gak bisa nganter kamu.'' Gara terlihat menyesal tidak bisa mengantar Rexa, karena jam keberangkatan mereka berbeda.

''gak apa-apa kok kak, Rexa ngerti! Kak Gara juga baik-baik ya disana, jangan lupa kabarin Rexa kalo kakak udah nyampe'' Rexa memeluk Gara erat.

''iya, kak Gara pasti ngabarin kamu!'' Gara pun bergegas naik ke mobil.

***
Setelah melalui perjalanan melelahkan, akhirnya Rexa tiba di Bandung. Ia dan bi Inah terlihat letih, mereka pun bergegas masuk ke sebuah rumah berdisain minimalis. Bagian dalamnya, sudah terisi dengan perabotan-perabotan yang sudah lengkap.

''bik Inah, kita istirahat dulu. urusan pakaian saya, nanti saya bereskan sendiri''

''tapi non'' Bik Inah hendak protes.

''udah, saya bisa kok bik'' Rexa tetap ngotot, bik Inah pun akhirnya mengalah.

Keesokan harinya, dengan senyum tipis Rexa melajukan mobilnya ke rumah Gina. Ia tidak perlu repot menanyakan alamat Gina, karena Ia memang sering ke rumah orang tua Gina yang terletak di Bandung. Ia mengerti kenapa Gina diminta pindah karena orang tuanya memang menetap di Bandung dan Gina hanya tinggal bersama tantenya selama ia di Jakarta.

''udah siap?'' tanya Rexa saat Gina masuk ke dalam mobil.

''udah dari kemaren malah'' jawab Gina asal. Mereka pun berangkat ke sekolah baru mereka.

Setibanya di sekolah mereka yang baru, SMA AXAVERA. Kesan pertama mereka yaitu bangunan sekolah yang megah.

Begitu selesai memarkir mobil, mereka pun turun secara bersamaan. Siswa siswi yang melihat mereka, menatap mereka dengan tatapan penasaran. Apalagi para kaum adam, mereka menatap Rexa dan Gina dengan tatapan takjub.

''gila, mereka cantik banget. Gue suka yang rambutnya sebahu.'' gumam seorang siswa saat Gina dan Rexa melewati koridor.

''calon pacar gue tuh'' celetuk seorang siswa lagi, Membuat Rexa dan Gina menghela nafas bersamaan. Tapi langkah mereka terhenti ketika bertemu pandang dengan seseorang.

''Ngapain Lo disini?''
Rexa dan Gina disambut ucapan sinis yang menghalangi jalan mereka.

''Emangnya lo ngeliat kita lagi ngapain Erika Syalitha?'' balas Rexa tak kalah sinis, melihat sosok di hadapannya itu membuat sekelebat ingatan tentang peristiwa menyakitkan itu kembali berputar dengan cepat di otaknya. Orang yang ia anggap sebagai sahabat, ternyata tak lebih dari iblis berwajah malaikat.

''kabar gue baik, bahkan jauh lebih baik dari lo!'' ujar Erika meremehkan.

''pasti lebih baik lah, secara lo itu udah ngejebak Rega dengan cara licik'' Gina menimpali, ia sangat muak melihat Erika. Jika saja ia tidak ingat kalau ini adalah hari pertama mereka di Axavera, ia mungkin sudah menampar Erika.

''apa maksud lo? Lo jangan ngarang cerita disini'' bentak Erika disertai wajah gugup. Ia tidak mau rahasia itu terbongkar disini. Baru saja Gina hendak membalas ucapan Erika, Rexa memegang pundaknya.

''udah, sekarang ada urusan yang jauh lebih penting daripada meladeni penghianat itu'' bisik Rexa mengingatkan.

Ketika melewati Erika, Rexa berhenti tepat di samping Erika.

''Rega udah ngejelasin semuanya. Lo pikir Rega bakal cinta sama lo karena jebakan licik itu. justru itu nunjukin betapa hinanya lo penghianat'' bisikan singkat itu sukses Erika menegang. sejauh yang ia ketahui, Rega melanjutkan sekolahnya di London. sementara Rexa dan Gina melanjutkan langkah mereka.

''lo gak apa-apa kan?'' tanya Gina cemas, ini diluar perkiraan mereka. Hari pertama yang harusnya menyenangkan malah ternodai dengan pertemuan mereka dengan Erika.

''gak apa-apa, dia bakal ngerasa semakin di atas angin kalo gue keliatan kenapa-napa di depan dia'' balas Rexa kalem.Ia sadar hari ini adalah awal dari perang yang sesungguhnya antara ia, Gina dan Erika. Perang Yang mungkin akan lebih menguras energi dan emosi. Belum ada penjelasan secara detil tentang akar permasalahan yang sesungguhnya, semuanya masih diselubungi kabut tebal yang entah kapan akan menunjukkan titik terang. Biarlah semuanya tetap berjalan di garis yang telah ditentukan oleh yang diatas. ia, Gina dan Erika hanya perlu menjalani skenario yang entah akan berakhir sedih atau bahagia.

Gina tersenyum paksa, ia memilih tidak bertanya lebih lanjut tentang keadaan Rexa. Bisa saja ia terlihat baik dari luar, tapi tetap tidak ada yang tau apa sebenarnya yang tersembunyi di hati sahabatnya itu. Ia tidak ingin memaksa Rexa mengeluarkan semuanya, ia tahu dengan pasti Rexa akan menceritakan semuanya kalau ia sudah siap. Yang harus dilakukan Gina hanyalah bersikap sabar dan berusaha untuk mengerti keadaan sahabatnya itu.

***
Setelah melengkapi berkas-berkas kepindahan mereka di ruang kepala sekolah, Rexa dan Gina diantar oleh pak Haris, Wali kelas X1 IPA 3, kelas baru Rexa dan Gina.

''permisi, bu Wati'' kata pak Haris ramah, ketika mereka bertiga tiba di depan pintu kelas X1 IPA 3 yang terletak di lantai 2.

''iya pak, ada apa?'' bu Wati menghentikan sejenak kegiatan menulisnya pada whiteboard.

''saya mengantarkan penghuni baru di kelas ini, Rexa, Gina kalian boleh masuk'' Rexa dan Gina menuruti perintah pak Haris.

''hore, jadi mereka masuk ke kelas ini, Kesempatan yang bagus.'' celetuk Indra salah satu penghuni X1 IPA 3. Ia mengedipkan sebelah matanya pada Rexa.

''huuuuu'' seru mereka yang melihat Indra menggoda teman baru mereka.

''do'a gue terkabul, bidadari-bidadari cantik itu akhirnya bakal menghuni kelas ini. Para kaum adam diharap sujud syukur.'' timpal Ian dengan gaya kocaknya, membuat siswa-siswi X1 IPA 3 jadi tertawa. Bu Wati hanya bisa geleng-geleng kepala mendengar itu sementara Rexa dan Gina sweatdrop. Separah ini kah kelas baru mereka.

''hentikan, sekarang kenalkan diri kalian'' pinta bu Wati.

''baik bu'' jawab Gina bersamaan.

''hai semuanya, kenalin gue Galaxi Rexavia Dirgawitra. kalian bisa manggil gue Rexa.'' ujar Rexa sambil tersenyum tipis.

''kenalin gue Gina Agrevia, biasa dipanggil Gina'' berbeda dengan Rexa, Gina memamerkan senyum lebar pada teman-teman barunya tersebut.

''haii juga Rexa, Gina!'' balas mereka kompak. Rexa menoleh pada Gina, seolah memberi isyarat untuk sesi terakhir perkenalan mereka.

''kami pindahan dari SMA Arivida Jakarta'' kata Rexa dan Gina kompak. Mereka membulatkan mata mendengar penuturan Gina, Arivida merupakan sekolah yang memiliki fasilitas yang tidak berbeda jauh dengan Axavera. Keduanya sama-sama sekolah yang memiliki prestasi yang bagus di bagian akademik maupun non akademik.

''nomor hp kalian berapa? Siapa tau kalian nanti butuh pertolongan, gue siap 24 jam buat membantu!'' kata Indra PD.

''Mending sama gue aja, gue siap kok jadi bodyguard kalian, dijamin aman!'' balas Ian tak kalah semangat.

''sudah, tidak usah kalian ladeni. Mereka itu memang baru keluar dari Rumah Sakit Jiwa, jadinya agak sedikit korslet'' kata bu Wati yang membuat tawa anak-anak X1 IPA 3 termasuk Rexa dan Gina kembali pecah.

''yah bu, kok buka aib kita sih bu. Kalo mereka pada ilfeel, ibu harus tanggung jawab'' Ian menanggapi ucapan bu Wati seolah-olah mereka itu memang pernah menghuni rumah sakit jiwa.

''Rina, kamu pindah ke depan.''

''baik bu'' Rina membereskan bukunya kemudian pindah ke depan, duduk di samping Anisa.

''nah kalian boleh duduk disana'' tunjuk bu Wati pada kedua bangku yang terletak di barisan kedua dari depan. Ia sengaja membuat Rexa dan Gina duduk sebangku karena ia bisa melihat keakraban yang terjalin antar keduanya.

''terima kasih bu'' Rexa dan Gina bergegas ke bangku mereka.

***
Rexa dan Gina sedang dalam perjalanan pulang, sekolah telah usai beberapa saat yang lalu, dan sekarang jam sudah menunjukkan pukul 14.30 siang.

''Gue gak nyangka bakal sekelas dengan anak-anak asyik kayak mereka'' kata Gina riang, ia senang karena ditempatkan di kelas X1 IPA 3.

''iya, menurut gue mereka cukup asyik'' balas Rexa sambil terus fokus pada jalan di depan mereka.

''iya, mereka jauh lebih gokil, gak terlalu serius. Gue suka'' tambah Gina.

obrolan mereka berakhir ketika mobil Rexa berhenti tepat di depan rumah Gina.

''mampir yuk!'' ajak Gina ketika hendak keluar dari mobil.

''gak usah, lain kali aja'' tolak Rexa halus.

''OK deh, see you tomorrow''

''see you'' Rexa pun bergegas melajukan mobilnya agar bisa cepat tiba di rumah.

***
''assalamu'alaikum'' ucap Rexa sebelum masuk ke dalam rumah.

''wa'alaikumsalam, kok pulang telat non?'' tanya bik Inah yang khawatir karena majikannya itu pulang telat.

''abis nganterin Gina bik''

''ya udah, non Rexa ganti baju aja, bibik tunggu di meja makan''

''iya bik'' jawab Rexa singkat kemudian melangkahkan kakinya menuju ke kamarnya.

***
''makasih ya bik'' ucap Rexa saat selesai makan siang. Sebenarnya Ia merindukan Gara, karena selama ini Gara selalu menemaninya makan. Ia merindukan saat dimana mereka selalu adu mulut untuk hal-hal yang sebenarnya sangat sepele.

''sama-sama non, non Rexa harus sabar menghadapi semua ini.'' Bik Inah paham Rexa pasti masih belum terbiasa dengan semuanya.

''iya bik, Rexa akan berusaha.'' kata Rexa sembari tersenyum.

***
Keesokan harinya, Jam pelajaran pertama di kelas X1 IPA 3 adalah Fisika. Pak Haris yang notabene adalah wali kelas X1 IPA 3 merupakan guru yang membawakan mata pelajaran Fisika.

''Permisi pak'' Mereka yang sedang sibuk mendengar penjelasan pak Haris menengok ke pemilik suara tersebut.

''kenapa kamu datang terlambat?'' tanya pak Haris dingin.

''saya gak mau buang-buang waktu ngejelasin alasannya pak. sekarang intinya bapak ngijinin saya masuk atau tidak?'' balasnya acuh.

''Keluar kamu Veron'' geram pak Haris, adu mulut dengan siswanya yang satu itu tidak akan berhenti sebelum menemukan pemenangnya, dan sialnya siswanya itu lebih sering memenangkan adu mulut yang terjadi di antara mereka. Mendengar nama yang disebutkan pak Haris tersebut membuat Rexa dan Gina yang tadinya masih sibuk berkutat dengan catatan mereka mengikuti arah pandang pak Haris.

''Nah, gitu dong pak. Jadi saya gak perlu ngasi penjelasan yang hanya akan berujung dengan pengusiran.'' kata Veron kemudian meninggalkan kelas itu dengan sebuah siulan.

Rexa dan Gina saling pandang. Ekspresi keduanya sama kagetnya.
''bukannya dia siswa baru di Arivida!'' kata Gina shock.

''dia kan jurusan IPS, kok disini malah jurusan IPA'' ujar Rexa bingung.

****
Saat bel istirahat berbunyi, Rexa dan Gina bergegas menuju kantin. Mereka hanya berharap bisa menemukan Veron disana, terlalu banyak keanehan yang membuat mereka bingung.

setibanya di kantin, Rexa dan Gina yang kini tengah berada di tengah kantin menyapukan pandangan mereka ke seluruh area kantin. Tiba-tiba Rexa tersentak kaget karena merasakan tumpahan minuman di bagian belakang seragamnya.

''ups, maaf. Gue gak sengaja'' kata Erika dengan senyum mengejek.

tanpa ragu, Rexa segera menyambar jus jeruk dari tangan seorang siswi yang kebetulan lewat.

''nih, gue juga gak sengaja.'' Rexa balas menyiramkan jus jeruk itu ke wajah Erika.

''kurang ajar'' Erika segera menarik rambut Rexa, begitu pun Rexa yang sudah tidak bisa membendung emosinya.

BRAAAAAK
suara gebrakan meja yang cukup keras yang berasal dari seseorang yang membelakangi Rexa itu membuat perkelahian itu seketika terhenti.

''Kalian merusak acara makan gue'' ucapnya kemudian berbalik. Tapi wajahnya berubah menegang begitu melihat orang yang sukses merusak acara makannya.

''VERON'' pekik Rexa dan Gina bersamaan.

Veron yang sudah bisa menguasai diri kembali memasang ekspresi datar.

'' welcome at my school nona permen karet, salam pemberitahuan yang mengesankan'' ucap Veron dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Rexa memandangnya risih, melihat wajah sok itu telah kembali membuatnya yakin kalau Veron yang terakhir kali ditemuinya adalah Veron yang mungkin sedang salah minum obat jadinya otaknya tidak berfungsi dengan baik. Rexa menyesal sempat menganggap Veron sebagai cowok yang baik.

''kejutan yang menyenangkan cowok Crazy, bukannya lo udah mengaku kalah waktu itu!'' tantang Rexa dengan senyum sinis. Semua yang ada di kantin hanya menyaksikan perdebatan itu dalam diam, mereka lebih memilih jadi penonton dan memasang baik-baik telinga mereka agar tak melewatkan sedikit pun kejadian tersebut.

''aha, jadi lo ngerasa besar kepala hanya karena itu. Harusnya lo sadar kenapa waktu itu gue ngalah sama lo, apa lo pengen tau alasannya?'' ucap Veron kemudian maju 2 langkah ke depan Rexa, Rexa tetap bergeming.

''gue gak butuh alasan, karena gue tetaplah galaxi yang lebih kuat dari lo'' ejek Rexa dengan senyum penuh kemenangan. Tanpa berkata apa-apa, Veron kemudian menggendong Rexa dengan gaya bridal style, membuat suasana kantin yang tadinya sunyi senyap berubah jadi riuh.

''gilaa, Veron brani banget lo!'' celetuk Fandi teman sebangku Veron di X1 IPA 3. Rexa yang tidak terima dengan perlakuan itu, mencoba berontak dan memukul-mukul dada Veron. Tapi hasilnya tetap nihil, Veron sama sekali tidak melepas Rexa. Setibanya di depan pintu kantin, Veron berbalik dan menatap semua orang yang sedang menatapnya dengan tatapan terpukau.

''Kalo sampe ada yang berani ngelaporin gue, gue gak akan ngebiarin dia hidup tenang di sekolah ini.'' ancam Veron dengan wajah serius.

''Veron kok lo gendong dia sih?'' kata Erika yang tidak rela melihat kejadian itu. Erika memandang Rexa dengan wajah kesal, Veron hanya mendengus bosan.

''kenapa? Pengen gue gendong juga? dengan sangat menyesal gue gak bisa menuhin harapan lo. Tangan gue cuma dua, jadi gak mungkin bisa gendong lo juga!'' Veron kemudian menyapukan lagi pandangannya, ia tersenyum ketika menemukan orang yang ia cari.

'' IAN, GENDONG DIA GIH! KASIAN MUKANYA UDAH KAYAK ANAK TK YANG GAK DIBELIIIN MAINAN.'' Seru Veron yang mengundang tawa semua penghuni kantin tersebut.

''MAAF YE, TANGAN GUE LAGI KESELEO. GAK BISA NGANGKAT YANG BERAT-BERAT. GIMANA KALO HANDI AJA?'' Celetukan Ian semakin membuat tawa mereka semakin keras, ia malah menunjuk Handi yang berbadan kecil dan pendek.

''Hahaha, yang ada juga Erika kali yang mesti gendong dia'' timpal Fandi yang telah memegang perutnya karena tidak bisa menahan tawa. Erika yang sudah tidak tahan menjadi bulan-bulanan mereka, berlari keluar kantin. Sementara Veron dan Rexa sudah meninggalkan kantin sesaat setelah Veron berteriak pada Ian untuk menggendong Erika.

****
Veron membawa Rexa ke sebuah gudang yang hanya berisi meja dan kursi yang sudah tidak layak pakai. Ia kemudian mendudukkan Rexa pada salah satu kursi. Ia menatap Rexa lurus-lurus, Rexa pun membalas tatapan itu. Ia masih kesal karena Veron sukses mempermalukan ia di kantin.

''gue peringatin sama lo, jangan sampe ada yang tau kalo gue pernah numpang sekolah di Arivida'' ancam Veron.

''emang apa tujuan lo ngelakuin semua itu? Gue yakin pasti ada orang penting yang berperan dalam aksi numpang lo itu cowok crazy.'' balas Rexa sarkatis.

''100 buat lo nona permen karet, ternyata otak lo bisa menganalisa semuanya secepat itu. Gue tersanjung!'' Veron kembali menyentil dahi Rexa, hal yang juga pernah ia lakukan saat pertemuan pertama mereka di Arivida.

''sebenernya gue pengen ngasi lo waktu istirahat dulu seminggu karena gue kasian ngeliat lo nangis cuma gara-gara cowok brengsek itu.'' Rexa memandang Veron dengan tatapan tidak suka. Apa haknya mencampuri urusan pribadi Rexa. Veron menanggapinya cuek, ia mengambil sebungkus rokok yang ada di saku kanan celananya. setelah itu ia menyelipkan sebatang rokok ke mulutnya. Rexa terlihat semakin geram melihat Veron dengan santainya menikmati aksi merokoknya itu di depannya. Rexa tidak mengetahui kalau Veron merokok hanya untuk merilekskan pikirannya agar ia bisa lebih tenang menghadapi Rexa.

''lo gak punya hak ngusik urusan pribadi gue'' kata Rexa dengan penuh penekanan pada kata urusan pribadi.

''gue berhak, karena gue itu..'' ucapan Veron terhenti, tenggorokannya terasa kering. Wajahnya mendadak pucat, Rexa mengernyit bingung karena ucapan Veron yang tidak ia teruskan. Menyisakan pertanyaan besar di benak Rexa.

''gue udah ngerencanain permainan kedua kalo gue bener-bener udah pindah ke Arivida. Tapi lo malah nampakin hidung lo disini, Jadi siapin mental lo. Game kedua bakal segera dimulai.'' ucap Veron mengalihkan pembicaraan yang tadi.

''a..apa? Permainan kedua. dasar cowok Crazy'' desis Rexa tak percaya, permainan gila apa lagi yang akan disediakan Veron untuknya.

''KELUAR SEKARANG'' tunjuk Veron pada pintu gudang. Dengan langkah cepat Rexa segera melangkahkan kakinya keluar.

Setelah yakin Rexa telah keluar dari tempat tersebut, Veron terduduk lemas di sebuah kursi.
''Maaf, gue belum bisa ngejelasin semuanya sama lo,ini masih terlalu rumit untuk gue. Suatu saat nanti lo bakal tau apa maksud dan tujuan gue pura-pura pindah ke Arivida. gue yakin mental lo pasti belom siap nerima semuanya''gumam Veron lirih.
''Argghhhhhhh'' ia menendang bangku yang ada di sampingnya, ia mengacak rambutnya frustasi. Ia letih harus menyimpan rahasia besar itu sendiri, tapi ia cukup sadar kalau langkahnya yang gegabah pasti akan menimbulkan akibat yang jauh lebih dahsyat pada Rexa, yang ia inginkan adalah memberinya kebahagiaan. Orang yang entah kapan mulai memiliki tempat istimewa di hati Veron. Namun ia berusaha keras menepis rasa itu, meskipun nantinya ia tak berhasil menepisnya, ia takkan membiarkan siapa pun tahu perasaan yang tersimpan rapi di relung hatinya itu.

****
''lo baik-baik aja kan Rex?'' sembur Gina yang sengaja menanti Rexa di depan pintu kelas.

''hm, seperti yang lo liat. Gue masih utuh sampe sekarang'' ujar Rexa yang enggan menceritakan kejadian yang terjadi di Gudang tadi.

''hah.. Syukurlah. Gue pikir lo udah pindah alam sekarang'' ucapan Gina itu sukses membuat Rexa melotot.

''lo gak usah sedih, gue bakal ngajak lo kok kalo gue mau pindah alam'' kata Rexa kalem.

''gak perlu repot-repot, gue gak bakal sedih kok jadi lo gak usah ngajak gue'' sergah Gina asal. Mereka pun lekas masuk ke kelas, karena bel telah berbunyi.

***
Jam pelajaran terakhir di di kelas X1 IPA 3 adalah kimia. Semuanya memperhatikan penjelasan pak Wahid dengan seksama, walaupun sebenarnya mata mereka tinggal 5 watt ditambah lagi cacing di perut mereka sudah demo minta diisi. Hanya satu orang yang berani memejamkan matanya, moodnya yang sedang buruk membuatnya malas untuk mengikuti pelajaran.

''VEROOOOON'' Seru pak Wahid, spidol yang tadinya ia genggam di tangan kanannya sekarang sukses mendarat dengan sempurna di kepala Veron. Veron membuka matanya, mencoba mencari orang yang berani mengusik tidurnya. Namun saat ia melihat wajah garang pak Wahid, sekarang ia mengerti kalau pak Wahid adalah tersangka utama pelemparan tersebut.

''MAJU KE DEPAN, BAWA SPIDOL YANG TADI BAPAK LEMPAR KE KEPALAMU'' bentak pak Wahid yang ditanggapi malas oleh Veron, bahkan ia sempat menguap saat melangkahkan kakinya ke depan kelas.

''ada apa pak?'' tanya Veron santai.

''kerjakan soal yang ada di papan tulis!'' perintah pak Wahid seraya menunjuk beberapa soal yang ia tulis di papan tulis. Veron pun mengambil spidol itu, semua teman-teman mereka tercengang melihat Veron dengan lincahnya menuliskan jawaban atas soal yang diberikan oleh pak Wahid tersebut. Rexa yang notabene sangat membenci pelajaran keramat itu hanya bisa melongo menatap Veron yang dengan santainya menguraikan soal itu tanpa harus pusing mengingat apa nama senyawa tersebut, molekul-molekul yang entah apa namanya, bahkan sampai ke nomor atom ia tuliskan secara lengkap. Rexa menelan ludah, setidaknya dengan melihat hal ini, membuat Rexa berpikir untuk tidak menantang Veron dalam hal pelajaran.

''wow, gue gak nyangka otaknya seencer itu.'' gumam Gina tanpa sadar, ia menatap veron takjub.

''hahh, iya, dia jago banget dipelajaran keramat itu'' balas Rexa.

''haha, hati-hati aja lo, gue pastiin dia bakal menang telak kalo nantanginn lo pelajaran yang lo bilang keramat itu!'' bisik Gina jahil.

''berhenti ngeledek gue'' sunggut Rexa dengan wajah cemberut.

Pak Wahid memandang Veron dengan pandangan kagum, antara percaya dan tidak percaya dengan penglihatannya.

''silahkan bapak periksa'' gumam Veron saat ia selesai mengerjakan semua soal tersebut.

''hebat, jawabanmu benar semua'' kata pak Wahid yang masih setengah tercengang.

''saya boleh kan melanjutkan tidur saya pak? Kepala saya sedikit pusing''

''iya, lanjutkan saja'' Veron pun kembali ke bangkunya.

''Veron, bapak ingin kamu mewakili sekolah mengikuti olimpiade kimia tahun ini'' sela pak Wandi lagi.

''maaf, tapi saya tidak berminat pak'' Veron kemudian melanjutkan tidurnya yang sempat tertunda.

Rexa melangkah sendiri di koridor sekolah, ia terpaksa terlambat pulang karena ada ulangan Biologi susulan dari bu Farida. Gina tidak menemaninya, ia harus pulang cepat karena ada acara syukuran di rumahnya. Suasana koridor sekolah telah sepi, Rexa menghela nafas bosan. tanpa diduga, tiba-tiba ada dua orang yang memegang erat kedua lengannya.

''eh, apa-apaan ini?'' Rexa mencoba berontak, apalagi saat ia melihat Erika kini tepat berdiri di hadapannya.

''lo lagi, apa lo masih pengen ngelanjutin yang tadi pagi?'' bentak Rexa sambil terus berusaha memberontak.

''tentu aja, lo pasti bakal menikmati ini'' Erika kemudian membekap mulut Rexa dengan sapu tangan yang telah ia beri obat bius.

''seret dia ke gudang'' perintah Erika pada Yeni dan Rita, kedua sahabatnya.

''lucuti pakaiannya'' perintah Erika saat mereka tiba di gudang.

''lo serius pengen ngelakuin ini?'' tanya Yeni agak sedikit tidak tega mengingat ia juga adalah seorang perempuan.

''iya, bawel banget sih lo. Lakuin aja cepet.'' dengan sedikit gemetar, Yeni membuka dua kancing atas seragam Rexa.

''gak, gue gak bisa ngelakuin ini'' Yeni menghentikan kegiatan tersebut, walaupun ia mendukung Erika yang begitu menyukai Veron tapi ia tetap tidak setuju kalau Erika sampai bertindak sejauh ini.

''iya, cara lo kelewatan'' timpal Rita.

''haha, gue gak bakal ngebiarin dia ngerebut Veron dari gue. Kalo kalian gak mau gue bisa kok ngelakuin ini sendiri.'' ia kemudian membuka secara paksa seragam Rexa. Rita yang memegang sapu tangan yang digunakan Erika untuk membius Rexa segera menyumpal mulut Erika.

''maaf'' gumam Rita.

''Penghianat'' ucap Erika sesaat sebelum ia kehilangan kesadarannya. ''Lo papah Rexa, biar gue yang ngurus Erika.''

****
Yeni pun kembali mengancing seragam Rexa, setelah itu ia memapah Rexa yang masih belum sadar keluar dari gudang.

''kenapa dia?'' suara dingin itu mengagetkan Yeni. Ia menatap Veron dengan wajah pucat.

''ehm..itu.. '' Yeni menggigit bibir bawahnya.

''Jangan pernah bohongin gue, atau lo bakal terima akibatnya. Gue rasa lo cukup tau reputasi gue di sekolah ini!'' Yeni menelan ludah, bohongin Veron sama aja cari mati.
Yeni pun menceritakan rencana gila Erika yang berhasil Yeni dan Rita gagalkan.

''Lo udah nyeritain semuanya kan?'' tanya Veron dengan tatapan menyelidik.

''i..iya''

''temen lo itu emang pengen nyari mati yah! Fine, gue bakal buat dia nyesel udah berani ngelakuin ini!''

Yeni hanya bisa menunduk, ia tidak berani menatap Veron.
''bawa dia ke mobil gue.'' gumam Veron kemudian memberi instruksi pada Yeni untuk mengikutinya.

Setelah membawa Rexa ke mobilnya, Veron kemudian menuju ke gudang tempat dimana Erika dan teman-temannya hendak mengerjai Rexa.

****
Rita tersentak kaget begitu melihat Veron memasuki gudang. Wajahnya mendadak pucat.
''Ve...ron'' kata Rita gugup.

Veron memiringkan kepalanya ke kanan, ia menatap Erika yang masih belum sadar dengan tatapan risih.
''sini lo'' panggil Veron pada Rita yang masih menunduk. Veron kemudian membisikkan sesuatu pada Rita.

''gue gak bisa'' gumam Rita pelan.

''jadi lo pengen nantang gue!'' kata Veron dingin, jelas sekali kalau ia tidak suka mendengar penolakan itu. Rita menegang, ia pun akhirnya menatap Veron yang terlihat sangat mengerikan. Wajahnya memang tidak menampakkan emosi yang meluap-luap, namun justru itu yang membuat Rita semakin takut. Ia tidak bisa menebak apa yang akan dilakukan Veron padanya kalau ia berani melawan.

''iya, gue mau kok'' jawab Rita lugas, Veron tersenyum sinis.

''gue pegang omongan lo, jangan sampe ada orang yang tau tentang ini. Ngerti lo!''

''gue ngerti'' setelah mendapat jawaban yang ia inginkan, Veron balik badan. Tak lupa ia bersiul selama melangkahkan kakinya keluar dari gudang. Rita menelan ludah, ia tahu dan sangat tahu tentang makna dari siulan tersebut. Selama ini ia hanya mendengar kasak-kusuk tentang siulan itu dari teman-temannya. Ia tidak pernah menduga kalau akan mendengarnya secara langsung. seperti Dejavu, sejauh yang ia ketahui siulan panjang tersebut adalah peringatan agar ia tidak melanggar perintah tersebut. Berani melanggarnya akan berurusan langsung dengan Veron.

****
''nggghhh'' Rexa membuka matanya pelan, kepalanya terasa pusing. Ia bingung mendapati ia berada di mobil yang tidak dikenalnya, ia semakin kaget melihat Veron yang telah duduk manis di sampingnya.

''kenapa gue bisa ada disini?'' tanya Rexa
''Turun.'' mendengar perintah itu, Rexa tersenyum kecut. Tapi tetap menuruti perintah tersebut karena itu bukan mobilnya.

Setelah memastikan Rexa masuk ke rumahnya, Veron melajukan mobilnya meninggalkan tempat itu.

****
Rexa masuk ke rumah dengan wajah yang masih menampakkan kebingungan. Ia heran kenapa ia tiba-tiba bisa bersama Veron, seingatnya ia tadi dibius oleh Erika dan kedua temannya. Dan ia jauh lebih bingung lagi kenapa Veron bisa mengetahui alamatnya.

''non Rexa kenapa?'' tanya bik Inah yang melihat majikannya itu melamun.

''ah, gak apa-apa kok bik'' jawab Rexa kemudian bergegas menuju kamarnya.

****
Rexa meraih handphonenya yang ada di meja belajar, kemudian menekan nomor yang sudah ia hafal di luar kepala.
''halo, Gin apa Veron tadi nelepon lo?'' tanya Rexa to the point.

''aneh, gue pikir dia dapet alamat gue dari lo!'' ujar Rexa ketika mendengar jawaban Gina yang mengatakan kalau Veron sama sekali tidak menghubunginya.

''ya udah, simpen dulu pertanyaan-pertanyaan lo itu. Besok gue ceritain semuanya'' Rexa pun memutuskan sambungan telepon itu. Ia menghela nafas berat, kemudian merebahkan tubuhnya ke atas tempat tidur.

Rexa memandang langit-langit kamarnya, pikirannya kembali memutar kejadian saat ia dan Veron berada di gudang. Ia bukannya takut akan permainan kedua yang dikatakan Veron, Ia justru lebih tertarik memikirkan wajah pucat Veron yang sempat ia tangkap saat itu. Mata itu seperti menyembunyikan sesuatu yang Rexa sadari melibatkan dirinya. Menilik dari kata-kata Veron yang terpotong saat hendak mengatakan sesuatu yang menyebabkan ia berhak untuk mencampuri urusan pribadinya.

''hahh... Sebenarnya apa sih salah gue sama lo..'' gumam Rexa lirih, ia sebetulnya sudah lelah mencari dan terus mencari letak kesalahannya pada Veron. Ia juga merasa tidak pernah mengalami amnesia sehingga bisa membuatnya melupakan kesalahan fatal yang mungkin pernah ia lakukan pada Veron. Rexa pun akhirnya memejamkan matanya, sembari memanjatkan do'a agar semua masalah pelik dalam hidupnya dapat segera berakhir.

****
Setelah Gina naik ke mobil, Rexa menceritakan semua kejadian yang ia alami kemarin. Mulai dari aksi Erika yang menghadangnya sampai saat ia mendapati Veron mengantarnya pulang.

''SI ERIKA ITU...'' kata Gina geram, ia benar-benar kesal mengetahui Erika mulai mencari masalah lg dengan Rexa. ''gue bakal labrak dia ntar'' ujar Gina berapi-api.

''gak perlu, gue sendiri yang bakal ngelabrak dia'' balas Rexa sambil terus fokus pada jalan di depan mereka.

''pasti Veron yang nyelametin lo!'' gumam Gina penuh keyakinan.

''mungkin. Gue belum sempet nanya-nanya, dia udah ngusir gue duluan'' sunggut Rexa mengingat Veron dengan entengnya menyuruhnya turun dari mobil saat ia baru sadarkan diri.

''hahaha, kalo gue pikir-pikir kalian itu sebenernya gak tampak seperti musuh, tapi ehem...'' Gina memberi jeda pada ucapannya. ''seperti pacaran'' ucapan spontan Gina itu membuat Rexa mengerem mobil secara mendadak.

''pacaran sama si cowok crazy itu? Lo ngebuat gue pengen muntah.'' ujar Rexa yang dibalas Gina dengan cengiran khasnya.

''gak usah sewot gitu kali, itu kan menurut pendapat gue.'' bela Gina yang berusaha menahan tawa melihat wajah Rexa yang cemberut.

''Apa kata lo deh! Ngeladenin omongan lo malah ngebuat gue makin stress.'' Rexa kemudian kembali melanjutkan perjalanan mereka yang sempat tertunda.

*****
Begitu selesai memarkir mobil, Rexa dan Gina terkejut mendapati Yeni dan Rita menghampiri mereka.

''Maafin gue ya atas kejadian kemaren'' ucap Rita.

''gue juga minta maaf'' timpal Yeni, Rexa memandang mereka dengan ekspresi datar sambil terus mengemut permen karet. Sementara Gina terlihat bingung menanggapi permintaan maaf tersebut.

''ceritain apa aja yang udah Erika lakuin kemaren'' ucap Rexa tegas. Rita pun mewakili Yeni untuk menceritakan kronologis kejadian tersebut.

''maafin kita yah, kita gak tau kalo lo itu pacarnya Veron.'' ujar Yeni yang membuat Gina memandang Rexa dengan tatapan geli.

''SIAPA YANG PACARAN SIH?'' sunggut Rexa sambil menghentak-hentakkan kakinya ke tanah.

''lho, emangnya kalian gak pacaran yah!'' timpal Rita yang terlihat bingung.

''iya, gue aja ngeri ngeliat tampang Veron kemaren.'' ujar Yeni menambahkan.

''Please, maafin kita ya. Kita janji gak bakal gangguin lo lagi.'' mohon Rita yang seperti ingin menangis. Rexa tertegun, penyiksaan seperti apa yang sudah dilakukan Veron sampe mereka ngemis-ngemis minta maaf seperti ini.

''gue maafin'' kata Rexa singkat.

''makasih ya'' kata Rita dan Yeni bersamaan, mereka terlihat sangat senang karena berhasil mendapatkan maaf dari Rexa.

****
Saat jam pelajaran pertama berbunyi, Rexa dan Gina berinisiatif untuk menghampiri Erika yang ada di kelasnya. X1 IPA 2.

''Ngapain lo kesini?'' tanya Erika yang sedang asyik bercerita dengan teman sekelasnya. Tanpa membalas ucapan Erika tersebut, Rexa melayangkan satu tamparan keras ke pipi kiri Erika.

''KENAPA LO NAMPAR GUE HAH?'' seru Erika yang tidak terima dengan perlakuan Rexa.

''ITU GAK SEBANDING DENGAN APA YANG LO LAKUIN KE GUE. BAHKAN SERATUS TAMPARAN SEKALIPUN GAK AKAN BISA NGOBATIN SAKIT HATI GUE SAMA LO!'' balas Rexa tak mau kalah.

''gue gak ngerti maksud lo!'' ucap Erika pura-pura tidak mengerti pembicaraan Rexa.

''gue gak nyangka, lo sehina itu sampe punya rencana busuk kayak kemaren.'' kata Rexa sambil menatap sinis Erika.

''a..apa sih maksud lo? Lo jangan ngomong sembarangan! Lo gak punya bukti.'' bela Erika yang masih memasang wajah angkuhnya.

''bukti..''

''lo pikir mereka bakal percaya, kasihan banget sih lo.'' Ejek Erika. Sementara anak-anak X1 IPA 2 memilih untuk menyaksikan perdebatan itu dalam diam. Bahkan ada seorang siswa yang menutup pintu kelas agar tidak ada guru yang mengacaukan tontonan seru tersebut.

''gue gak peduli, mereka percaya atau tidak. Gue cuma pengen lo nuntasin dendam lo sama gue.'' ujar Rexa lirih.

''gue gak bakal berhenti, sampe lo hancur.'' Erika melewati Rexa dan melangkahkan kakinya hendak keluar kelas. Gina yang melihat tampang sok Erika menahan lengannya.

''lo itu emang brengsek yah, gak bisa diajak ngomong baik-baik.'' Erika berbalik dan menampar Gina. Hal itu membuat Gina jadi semakin emosi dan menampar balik Erika.

BRAAAAAKK
Dobrakan pintu itu membuat aksi mereka terhenti. Veron masuk dengan langkah pelan, suasana kelas yang tadinya riuh mendadak hening. Dengan satu tarikan, Veron menarik Erika keluar kelas. Erika merasa tersanjung mendapat pembelaan dari Veron, ia tersenyum penuh kemenangan ketika melewati pintu kelas.

****
Ternyata Veron membawa Erika ke gudang tempat Erika hendak mengerjai Rexa.

''thank's ya udah belain gue'' kata Erika kemudian mengalungkan kedua tangannya ke leher Veron.

''dasar Bitch, lo salah besar kalo nganggap gue ngebelain lo'' kata Veron kemudian menyentakkan tangan Erika.

''jadi lo..''

''iya, gue peringatin sama lo, jangan pernah gangguin Rexa lagi.'' ancam Veron.

''kalo gue gak mau, lo mau apa?'' tantang Erika yang kesal karena Veron ternyata membela Rexa. Veron menyeringai licik saat mendapat jawaban Erika.

PROK..PROK..PROK..
Setelah tepukan tangan Veron tersebut, Rita masuk ke dalam gudang tersebut.

''tunjukin sama dia.'' perintah Veron. Rita pun mengeluarkan handphonenya dan memperlihatkannya pada Erika. Mata Erika membulat saat melihat foto yang ada di handphone Rita tersebut.

''Foto itu bakal tersebar di sekolah, kalo lo sampe buat masalah lagi sama Rexa.'' Veron kemudian mengarahkan pandangannya pada Rita.
''lo boleh pergi.'' Rita pun segera keluar dari gudang tersebut disusul Veron yang berjalan di belakangnya.

Rexa yang sedang asyik ngobrol dengan Gina, mengalihkan pandangannya ke arah Veron yang baru memasuki kelas. Ada sedikit rasa kesal dihatinya mengingat pembelaan Veron untuk Erika. Ketika mereka bertemu pandang, Rexa mendengus dan mengalihkan pandangannya pada Ian yang sedang asyik bersenda gurau dengan beberapa siswi. Veron menanggapinya cuek, dan segera menuju ke bangkunya. Gina yang merasa diacuhkan mengikuti arah pandang Rexa, seketika itu juga kening Gina mengerut karena melihat tampang Rexa yang sedang kesal.

''Lo naksir ya sama Ian?'' bisik Gina yang membuat Rexa membulatkan matanya.

''Nggak'' bantah Rexa sambil menggeleng.

''trus kenapa lo ngeliatin Ian dengan tampang BT gitu? Lo keliatan seperti orang yang lagi jealous!'' terka Gina dengan senyum geli. Rexa tertegun, Ia tidak mungkin mengaku pada Gina kalau ia sedang memikirkan Veron bukan cemburu pada Ian. Rexa menggeleng pelan, mengakuinya sama saja mengundang sisi jahil Gina.

''IAN SEBENERNYA GINA NAKSIR SAMA LO.'' seru Rexa yang kesal akan tuduhan Gina yang menurutnya sangat tidak masuk akal. Seisi kelas langsung menatap Gina dengan tatapan geli.

''Ah, yayang Gina. Beneran lo naksir sama gue?'' tanya Ian dengan gaya jenaka, seisi kelas pun kembali tertawa mendengar celetukan Ian. Wajah Gina merah padam.

''iya yayang Ian, gue sama Rexa naksir berat sama lo.'' balas Gina sambil tersenyum manis kemudian memandang horor Rexa yang tersenyum tipis, ia sama sekali tidak berniat menanggapi ucapan Gina.

''Alhamdulillah, ayah sama bunda pasti seneng karena gue direbutin sama dua bidadari.'' ujar Ian bangga.

''ada yang punya air gak? Sirem tuh muka Ian, mimpinya udah terlalu tinggi.'' timpal Mita.

''Yee, bilang aja kalo lo jealous!'' cibir Ian yang membuat Mita berdecak kesal.

''jealous sama lo. Ampun deh, dalam mimpi aja gue ogah, apalagi di dunia nyata.'' Sunggut Mita dengan wajah cemberut. Semuanya hanya bisa tertawa mendengar Ian dan Mita yang masih asyik berdebat.

''ini semua gara-gara lo. Ancur deh image gue.'' kata Gina dengan suara pelan.

''lo yang mulai. Gue gak terima lo fitnah gue sampe sesadis itu.'' Rexa terkekeh geli melihat tampang cemberut Gina.

''kata-kata lo yang jauh lebih sadis.'' cibir Gina.

****
Rexa dan Gina berjalan beriringan di koridor, namun mereka tersentak kaget saat Veron menarik lengan Rexa.

''Mana kunci mobil lo?'' Rexa menyipitkan mata mendengar ucapan Veron.

''ngapain lo nanyain kunci mobil gue?'' kata Rexa ketus, ternyata rasa kesal di hatinya masih belum hilang.

''Cepetan, atau lo pengen gue paksa.'' ancam Veron, membuat Rexa dan Gina berdecak kesal. Karena tidak mau menjadi tontonan lagi Rexa menyerahkan kunci mobilnya.

''Lo bawa mobil dia balik, Nona permen karet ini balik sama gue.'' ucap Veron kemudian melempar kunci mobil Rexa pada Gina. Rexa hanya bisa melongo saat Veron menariknya menuju tempat parkir.

''gue gak mau balik sama lo cowok crazy.'' Rexa berusaha melepaskan cengkraman tangan Veron.

''Lo mesti ngilangin rasa kesel lo itu, lo jelek kalo lagi murung.'' ucap Veron kemudian memaksa Rexa untuk masuk ke mobil.

*****
Ternyata Veron membawanya ke daerah perkebunan teh.

''Turun'' perintah Veron, Rexa yang terpukau dengan hamparan perkebunan teh tersebut segera menyusul Veron yang sudah lebih dulu turun dari mobil.

''keluarin semua kekesalan lo.'' gumam Veron seraya menutup kedua matanya, sambil merentangkan kedua tangannya.

''AAAAAAAAAAAAAA'' Teriak Rexa kencang. Ia berusaha meluapkan semua beban yang menyesakkan hatinya. Rasa kesepian dan putus asa yang sudah menjadi teman setianya akhir-akhir ini. Tak lama setelah itu, teriakannya berubah menjadi tangis pilu. Tubuhnya melemah, ia berlutut disamping Veron. Ia pun sebenarnya tidak ingin menangis di depan Veron. Rexa juga tidak mengerti kenapa ia malah lebih bisa meluapkan perasaannya saat bersama Veron.

Veron memandang nanar Rexa yang terlihat sangat tertekan, hatinya miris mendengar jeritan tangis itu. Ia pun membantu Rexa berdiri kemudian merengkuhnya kedalam pelukannya. Berharap bisa meredakan tangis Rexa yang membuat hatinya terasa nyeri.

''huaaa, gue benci sama hidup gue'' Rexa memukul-mukul dada Veron. Veron tidak membalas ucapan Rexa, ia mengelus pelan rambut Rexa.

****
''Thank's ya lo udah minjemin dada lo buat gue pukulin'' ujar Rexa lemah, ia sudah lelah menangis.

''Gak usah, mending lo nyeka ingus lo.'' ujar Veron bercanda.

''cowok crazy'' cibir Rexa yang sudah berhasil meredakan tangisnya. Ada sedikit perasaan lega di hatinya.

''nona permen karet'' balas Veron.

Rexa memandang Veron yang terlihat serius memandangi hamparan perkebunan teh di depan mereka. Ini adalah kedua kalinya Rexa melihat sisi lain yang Veron miliki, dan kalau boleh jujur ia sangat nyaman dengan sikap lembut yang sekarang ditunjukkan Veron.

''hei cowok crazy''

''hn''

''apa maksud lo dengan game kedua itu?'' tanya Rexa yang menatap Veron dengan wajah serius.

''ini permainannya'' jawab Veron yang membuat Rexa mengernyit bingung.

''apa..'' ucapan Rexa dipotong cepat oleh Veron.

''udah mulai sore, udah waktunya balik.'' Veron kemudian masuk ke mobil tanpa menghiraukan Rexa yang masih belum puas atas jawaban Veron. Dengan perasaan dongkol Rexa pun menyusul Veron masuk ke mobil.

*****
''thank's yah buat hari ini'' gumam Rexa tulus, saat mereka tiba di depan rumah Rexa.

''sama-sama, gue seneng karena bisa ngeliat nona permen karet yang lagi nangis.'' ujar Veron bercanda yang langsung dihadiahi Rexa pukulan kecil di lengannya.

******
Malamnya Rexa tidak bisa menyembunyikan rasa bahagia yang menyelimuti hatinya.

''Non Rexa baik-baik aja kan?'' tanya bik Inah yang heran melihat majikannya sejak tadi senyum-senyum sendiri.

''hari ini Rexa seneng banget bik'' Rexa kemudian memeluk bik Inah. Pembantunya itu menitikkan air mata melihat majikannya bisa tersenyum lagi. Ia yang paling tau betapa beratnya hari-hari yang dilalui Rexa semenjak Gara pergi ke Australia.

*****
Gina heran melihat Rexa yang sejak pagi seperti mencari-cari seseorang.

''lo nyariin siapa sih?'' tanya Gina penasaran.

''gak nyari siapa-siapa.'' elak Rexa yang berusaha terlihat tenang.

''dasar aneh'' gumam Gina akhirnya, ia sudah menyerah untuk bertanya lebih lanjut.

Rexa menarik nafas panjang, ia sedikit kecewa karena tidak bisa melihat Veron di sekolah hari ini.

''Rexa'' panggil Erika yang sengaja menghampiri Rexa ke kelasnya.

''ada apa?'' tanya Rexa dingin.

''gue pengen ngomong sama lo.'' kata Erika dengan kepala tertunduk.

''ngomong aja langsung, gak usah basa-basi.'' sela Gina. Erika menelan ludah.

''gue pengen minta maaf'' gumam Erika lirih. Rexa menyipitkan matanya mendengar ungkapan istimewa itu.

''apa alasan lo minta maaf?'' Rexa masih belum bisa percaya sepenuhnya pada Erika. Penghianatan Erika itu masih teringat jelas di memori otaknya.

''terserah, lo mau maafin gue atau nggak. Yang penting gue udah sedikit lega sekarang karena udah bisa ngucapin maaf yang sejak dulu pengen gue ucapin sama lo'' kata Erika kemudian berlalu dari hadapan Rexa.

''tunggu'' panggil Rexa, membuat Erika berbalik.

''gue maafin lo.'' ucap Rexa pelan. Ia hanya berharap kalau permintaan maaf Erika kali ini tulus.

''thank's'' Erika pun meninggalkan kelas X1 IPA 3. Seisi kelas hanya bisa memandang kagum Rexa yang dengan mudahnya memaafkan Gina.

*****
''hai nona permen karet.'' sapa Veron yang sudah menanti Rexa di tempat parkir.

''kok lo gak masuk sih tadi?'' tanya Rexa penasaran.

''udah, ntar gue jelasin. Jalan yuk!'' ajak Veron yang malas membahas mengenai alasan ia bolos sekolah hari ini.

''udah, biar gue yang bawa mobil lo. Good luck yah'' Gina merampas kunci mobil Rexa, kemudian mengedipkan sebelah matanya.

*****
Veron mengajak Rexa mengelilingi berbagai tempat yang belum pernah Rexa kunjungi, mulai dari tempat belanja yang asyik, sekalian melakukan wisata kuliner. Rexa sangat senang bisa mencicipi berbagai jenis jajanan khas Bandung, ini adalah pengalaman pertamanya.

*****
Tempat terakhir yang mereka kunjungi yaitu The Sierra Resto. Karena masih merasa kenyang, Rexa dan Veron hanya memesan jus blueberry. Beverage andalan the Sierra. Rexa begitu menikmati sunset yang bisa terlihat jelas dari tempat mereka duduk.

''lo suka?'' tanya Veron sambil menatap intens wajah Rexa.

''sunsetnya keren.'' gumam Rexa dengan senyum manisnya.

''apa lo masih pengen kesini lain waktu?''

''mau banget. Thank's yah udah ngajak gue kesini.''

*****
Saat dalam perjalanan pulang, Rexa mendapat telepon dari Gara.

''halo, ada apa kak?'' tanya Rexa pelan.

''cepet pulang. Kakak tunggu.'' Kata Gara diseberang. Sambungan telepon diputus sepihak oleh Gara.

''kenapa?'' tanya Veron yang melihat perubahan raut wajah Rexa.

''gak apa-apa kok.'' jawab Rexa seadanya.

*****
Rexa menegang begitu melihat Gara berdiri tepat di depan rumah. Kok kak Gara pulang gak ngabarin gue. Batin Rexa.

Melihat wajah tegang Rexa, Veron mengikuti arah pandang Rexa. Ia menyipitkan mata saat melihat sosok Gara yang belum pernah ia lihat sebelumnya.

*****
''masuk'' kata Gara dingin tanpa peduli akan ekspresi Rexa yang terlihat kaget karena perubahan sikapnya. Veron yang tidak suka mendengar nada bicara Gara yang dingin segera keluar dari mobil.

''emang lo siapanya Rexa? Tanya Veron dengan tatapan tajam.

''jauhin Rexa'' hanya dua kata itu yang diucapkan Gara, kemudian menarik Rexa masuk melewati gerbang rumah mereka. Veron hanya bisa mendengus kesal.

******
''kakak kenapa?'' tanya Rexa pelan.

''darimana kamu? Kenapa baru pulang sekarang?'' Rexa menelan ludah, ia bingung kenapa Gara jadi sedingin ini padanya.

''keliling Bandung aja kok''

''mulai besok, kak Gara yang akan mengantar jemput kamu ke sekolah.'' ujar Gara kemudian meninggalkan Rexa yang masih nampak bingung. Sekilas ia menangkap tatapan sedih dari mata Gara.

*****
Praaaaang... Praaang..

Rexa mendengar suara gaduh dari kamar Gara. Ia pun bergegas menuju ke kamar Gara.

''kak buka pintunya. Kakak kenapa?'' tanya Rexa yang sudah diliputi rasa cemas. Namun tak ada jawaban dari Gara.

''Rexa janji kak, gak bakal keluyuran lagi. Buka pintunya!'' Gara pun membuka pintu kamarnya dan langsung memeluk Rexa erat.

''apapun yang terjadi nanti, kamu hanya boleh mendengarkan kakak.'' Rexa hanya mengangguk pelan.

''berjanjilah''

''iya, Rexa janji kak'' kata Rexa lirih.

*****
Keesokan harinya, Rexa dan Gina diantar oleh Gara ke sekolah. Gina hanya memandang Rexa dengan tatapan penuh tanya, ia sadar dengan sikap dingin Gara. Rexa hanya menggeleng, karena ia pun masih belum mengetahui apa penyebab Gara berubah sedrastis itu.

*****
''jam 2 tepat, kak Gara akan menjemput kalian'' hanya itu yang diucapkan Gara saat Rexa dan Gina turun dari mobil.

Rexa menghela nafas berat saat melihat Veron sudah menantinya di depan gerbang sekolah.
''siapa dia?'' tanya Veron dengan ekspresi datar.

''minggir. Gue rasa lo cukup ngerti ancaman semalem'' jawab Rexa.

''jawab aja. Cepet!'' kejar Veron yang kesal mendengar jawaban Rexa yang bertele-tele.

''emang penting yah lo tau sampe sejauh itu.''

''penting.''

''lucu, emang lo siapa gue? Sampe-sampe hal semacam itu penting buat lo.'' ujar Rexa kemudian tersenyum kecut.

''penting. Karena ngeliat lo sama dia buat hati gue sakit. Dan itu ngingetin gue sama kesalahan lo.'' kata Veron kemudian meninggalkan Rexa dan Gina yang terpaku mendengar ucapan Veron yang membingungkan. Kenapa lo mesti sakit, apa salah gue sama lo. jerit Rexa dalam hati.

Rexa memandang nanar punggung Veron yang semakin menjauh, sadar atau tidak ucapan Veron tadi menciptakan rasa sakit juga di hati Rexa. Veron menyembunyikan rahasia itu rapat-rapat, belum lagi Gara yang pulang tanpa memberi tahu Rexa lebih dulu. Tatapan sedih itu, semuanya masih terlalu rumit untuk Rexa mengerti.

''lo gak apa-apa kan?'' tepukan Gina dibahunya menyadarkan Rexa dari lamunan singkatnya.

''gue bingung sama mereka berdua. Kalo gini terus gue bisa masuk Rumah Sakit Jiwa karena depresi'' kata Rexa kemudian menghela nafas panjang. Gina hanya memandang prihatin Rexa.

''sabar yah, gue tau lo kuat.''

''thank's'' mereka pun melanjutkan langkah menuju kelas mereka.

*****
Rexa menolak ajakan Gina untuk ke kantin bersama, ia sama sekali tidak mempunyai selera makan. Nafsu makannya lenyap entah kemana, hati dan pikirannya sudah terisi penuh dengan segudang masalah yang tidak pernah merasa bosan untuk menghampirinya. Sekuat apapun Rexa berusaha, menutup mata dan telinganya agar bisa menghilangkan rasa sesak dihatinya barang sejenak. Tapi semua itu hanya fatamorgana semata, ia mesti dihadapkan pada realitas yang berbanding terbalik dengan apa yang selama ini selalu ia impikan.

Ditengah lamunannya, Rexa dikejutkan oleh kehadiran Erika.
''hai'' sapa Erika sambil tersenyum manis.

''hai juga'' sapa Rexa sedikit canggung.

''mana Gina?''

''ke kantin.'' Erika tersenyum tipis.

''lo bener-bener udah maafin gue kan.'' kata Erika penuh harap.

''iya, lo gak perlu ngungkit hal itu lagi.'' balas Rexa yang mulai bosan menghadapi Erika. Ia mungkin telah memaafkannya, tapi untuk kembali berteman dengannya. Rexa belum bisa melakukannya.

''thank's ya, kalo gitu gue pengen ngajak lo jalan pulang sekolah nanti.''

''sorry, gue gak bisa. Gue ada acara sama kak Gara.'' tolak Rexa halus.

''kalo besok gimana?'' sebelum Rexa menolak ajakannya lagi, Erika menyela pembicaraan mereka.

''untuk yang terakhir kalinya.'' mohon Erika. Melihat wajah Erika yang memelas seperti itu, membuat Rexa sedikit tidak tega untuk menolak ajakannya.

''untuk yang terakhir kalinya kan?'' Erika mengangguk senang.

''tapi lo jangan bilang sama Gina yah, dia pasti bakal ngamuk kalo dia tau lo pengen pergi sama gue.'' kata Erika kemudian berjalan keluar kelas.

*****
Veron hanya bisa memendam rasa kesalnya saat melihat Rexa dijemput oleh Gara.
''shiiiit, siapa sih dia?'' umpat Veron kemudian memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi. Melihat mobil Veron yang berlalu dengan kecepatan tinggi, membuat Rexa teringat akan insiden pagi tadi. Dalam hati ia berjanji akan berusaha mencari tahu kesalahan apa yang sudah ia perbuat pada Veron, sampai membuatnya kacau seperti itu.

*****
Selama perjalanan pulang, Gara sama sekali tidak mengajak Rexa maupun Gina untuk ngobrol. Tak berbeda jauh dengan Veron, Gara juga terlihat kacau. Tidak ada senyum ramah dan canda tawa seperti dulu.

Setibanya di rumah, Gara langsung masuk ke kamarnya. Hati Rexa miris mendapati kakak yang selama ini selalu menjadi sandarannya itu kini berubah menjadi sosok yang lain. Dengan langkah gontai Rexa menuju ke kamarnya.

''non Rexa makan yah..'' kata bik Inah yang melihat Rexa hanya duduk termenung dalam kamar.

''nanti aja bik, Rexa masih kenyang. Tinggalin Rexa sendiri bik.'' bik Inah pun mengalah dan menutup pelan pintu kamar majikannya itu. Ia merasa sedih melihat Rexa dan Gara yang biasanya selalu ribut, harus berada dalam situasi canggung seperti ini.

*****
Gara dan Rexa makan malam dalam keadaan diam, tidak ada ejekan seperti dulu.

''apapun yang kamu dengar dari papa sama mama nanti, kamu harus tetap percaya sama kak Gara.'' Rexa tertegun. Ia mengerti sekarang, kenapa Gara berubah seperti itu, ternyata akar permasalahannya berasal dari orang tua mereka. Mendengar penuturan Gara tersebut membuat Rexa semakin frustasi. Tanpa pamit pada Gara, ia lekas berlari menuju kamarnya. Menumpahkan tangis kesedihannya.

Sementara ditempat lain, Veron memacu motornya ke tempat bali geng Wind. Tak berbeda jauh dengan tempat bali anak-anak geng Fire, tempat bali mereka juga tertutup dan tidak tersentuh polisi. Perbedaan mereka dengan geng Fire adalah mereka tidak menampakkan wajah mereka didepan lawan. Mereka lebih misterius dan anggotanya juga lebih terorganisir. Semua anak-anak Wind menyambut antusias kedatangan ketua mereka yang sudah lama tidak berkunjung ke tempat tersebut.

''apa kabar bos, kita seneng lo nongol lagi.'' sapa Rafi salah satu anak Wind.

''baik. Gue sibuk jadi baru sempet nongol sekarang.'' ujar Veron setelah ia melepas helmnya.

''bali yuk, gue lagi pengen ngilangin stres'' ucap Veron kemudian memakai helmnya dan memimpin balapan tersebut. Semua anak Wind hanya memandang Veron yang melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. Tidak ada yang menyusulnya, karena mereka tau kalau ketuanya tersebut sedang melampiaskan kekesalannya. Percuma mengajaknya bercerita, karena Veron selalu menutup rapat masalah pribadinya.

*****
Setibanya di sekolah, Rexa mencari-cari keberadaan Gina. Tapi hasilnya nihil, ia tidak mendapati Gina di kelas.

''cabut yuk! Lo udah janji jalan sama gue untuk terakhir kalinya.'' bisik Erika yang membuat Rexa tersentak karena ia tidak menyadari kalau Erika telah berdiri disampingnya. Mendengar tawaran tersebut, Rexa yang sedang tidak mood untuk belajar menyetujui ajakan tersebut.

''ya udah. Gue juga lagi gak mood belajar.'' balas Rexa.

Mereka pun akhirnya bolos menggunakan mobil Erika, karena Rexa diantar oleh Gara ke sekolah.

Mereka menghabiskan waktu bersama dengan mengunjungi beberapa pusat perbelanjaan, serta melakukan wisata kuliner ke berbagai tempat.

*****
Rexa dan Erika tidak sadar kalau mereka sudah menghabiskan waktu selama seharian. Dan sekarang jam sudah menunjukkan pukul 9 malam.

''ke club yuk! Kita bersenang-senang sebentar.'' ajak Erika.

''OK, gue juga pengen ngurangin depresi.'' kata Rexa.

Mereka pun akhirnya melesat menuju ke sebuah club Maxis yang terkenal di Bandung. Club yang mengadopsi tema mansion megah dan eksklusif.

*****
Erika memberikan segelas minuman beralkohol pada Rexa. Rexa yang sedang merasa depresi meneguk sedikit minuman itu. Erika tersenyum sinis pada Rexa.

''apa lo pengen ngelupain semua masalah lo.'' kata Erika yang masih berpura-pura baik di depan Rexa.

''apa maksud lo?'' balas Rexa yang mulai merasa pusing.

''lo bisa make ini.'' Erika memberikan sebuah suntik pada Rexa. Rexa pun mengambilnya, ada perasaan ragu di hatinya.

''lambat banget sih lo.'' Erika merampas suntik tersebut. Dan hendak menusukkannya ke lengan Rexa. Tapi ada sebuah tangan yang menghalangi niat jahatnya tersebut. Erika menegang saat melihat orang yang memegang lengannya adalah Veron.

''Ve..ron'' kata Erika gugup.

''hebat. Jadi ternyata lo gak mengindahkan ancaman gue waktu itu. Lo bakal terima akibatnya besok.'' Veron menarik paksa Rexa yang masih shock dengan kemunculan Veron.

*****
''Lepasin gue.'' Rexa berusaha berontak saat mereka telah keluar dari club. Ia memang tidak terlalu mabuk karena ia hanya meneguk sedikit minuman yang diberikan Erika.

''JADI LO PENGEN NYOBA BARANG HARAM SEPERTI ITU HAH..'' teriak Veron kemudian menghempaskan tangan Rexa secara kasar.

''IYA, KARENA GAK ADA YANG PEDULI SAMA GUE. GUE BENCI SAMA HIDUP GUE.'' balas Rexa dengan perasaan kesal.

''Gue peduli sama lo.'' gumam Veron lemah. Ia bersyukur masih bisa menyelamatkan Rexa dari Erika. Ternyata keputusannya untuk mengikuti Erika dan Rexa tidak sia-sia.

''KENAPA LO MESTI PEDULI SAMA GUE. SEMENTARA LO BILANG GUE PUNYA KESALAHAN YANG NGEBUAT LO SAKIT.'' seru Rexa putus asa. Tangisnya kembali pecah.

''LO MAU TAU KESALAHAN LO..'' Veron memberi jeda pada ucapannya, Rexa melihat tatapan Veron seperti yang ia lihat saat insiden di gudang tempo hari.

''KESALAHAN TERBESAR LO ADALAH LO DILAHIRIN SEBAGAI ADIK GUE''
Rexa tercengang mendengar penuturan Veron tersebut. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya. Sulit baginya untuk menerima pernyataan Veron tersebut.

''Lo bercanda.. kan'' Rexa melangkah mundur. Veron menatapnya dengan tatapan menyesal. Ia mencoba mendekati Rexa.

''maaf'' ujar Veron lirih sambil terus berusaha maju mendekati Rexa.

''NGGAK MUNGKIN. LO BOHONG..!'' teriak Rexa frustasi.

''GUE GAK BOHONG, LO PIKIR CUMA LO YANG SAKIT HAH..'' balas Veron yang sudah tidak peduli dengan orang-orang yang mulai menonton mereka berdua.

''jangan deketin gue. Gue benci sama lo.'' Rexa balik badan dan berlari meninggalkan Veron yang mengacak rambutnya. Bukan ini yang ia inginkan, bukan tangis itu yang ingin ia lihat.

''ARRRRRGHHHH'' Veron merutuki kebodohannya yang memberitahu Rexa tentang hal penting itu disaat yang tidak tepat seperti ini.

Rexa terus berlari, ia tidak peduli lagi dengan tatapan orang-orang yang ia lalui. Ia memejamkan mata, berharap semua ini hanyalah mimpi buruk. Namun saat ia membuka mata, ia sadar bahwa ia tidak sedang bermimpi.

Buuuuuuughhh

Rexa tersungkur ke depan, karena tersandung batu yang cukup besar. Kedua lutut dan sikunya tergores. Tangis Rexa semakin kencang, ia segera bangun dan memeluk erat kedua lututnya. Ia menangis tanpa suara.

Rexa meringis saat merasakan sentuhan tangan seseorang dikedua sikunya yang berdarah.

''lepasin gue.'' Rexa berusaha berontak, karena ia menyangka orang tersebut adalah Veron. Bukannya melepaskan Rexa, orang itu malah merengkuh Rexa kedalam pelukannya.

''ini gue Rega.'' Rega pun menguraikan pelukannya. Rexa mendongak berusaha memastikan bahwa orang itu benar-benar Rega.

''tolong gue.. Ga.'' ucap Rexa lirih.

Rega hanya bisa tertegun melihat tatapan putus asa itu. Rexa yang ada dihadapannya sekarang, bukan lagi Rexa yang selalu cuek dan pantang mengeluarkan air mata. Ia terlihat rapuh, dan sekarang meminta pertolongannya. Rega pun memapah tubuh Rexa, dan memasukkannya ke dalam mobil.

Veron yang sejak tadi mengikuti Rexa, hanya bisa menahan rasa sesal yang mendalam dihatinya. Ia menyesal, tak bisa berada disisi gadis itu disaat Rexa terpuruk seperti ini. Hatinya miris melihat Rexa yang terjatuh seperti tadi, ia sangat ingin membantu Rexa dan merengkuhnya seperti yang ia lakukan dulu. Tapi, penyebab tangis itu adalah ia sendiri, mendekati Rexa hanya akan membuat gadis itu semakin sakit. Meskipun kita gak bisa bersatu, gue gak nyesel cinta sama lo. Meskipun lo benci sama gue, gue seneng bisa jadi bagian dari orang-orang yang sayang sama lo. Batin Veron kemudian melajukan motornya dengan kecepatan tinggi.


*****
Rega menuntun Rexa masuk kedalam Geralds hotel, salah satu hotel bintang lima milik keluarga Rega.

Rega menuntun Rexa masuk ke kamarnya yang ada di lantai 5. Rexa memandang kosong keluar jendela kamarnya. Ia sudah berhenti menangis, tapi peristiwa beberapa jam yang lalu masih menari-nari dipikirannya. Pemandangan indah yang terhampar dihadapannya tidak bisa mengalihkan peristiwa itu. Ia tidak sadar kalau Rega menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan.

''kenapa lo bisa sehancur ini?'' tanya Rega pelan.

''gue gak tau harus mulai darimana. Semuanya terlalu rumit untuk gue jelasin.''

''Gue tau, pasti ini terlalu berat untuk lo. Yang pastinya bukan putus cinta, karena lo sama sekali gak nangis saat kita putus.'' ujar Rega yang berusaha membuat Rexa lebih rileks.

''gue nangis kok. Tapi dikamar Gina.'' balas Rexa yang membuat Rega kaget. Ia tidak menyangka Rexa akan mengakui hal tabu itu padanya.

''gak mungkin'' ujar Rega yang masih belum sepenuhnya percaya pada pengakuan Rexa tersebut.

''masih untung gue gak nampar lo waktu itu.''

''kenapa lo gak nampar gue?''

''gue gak mau lo liat gue netesin air mata. Dan menambah skor kemenangan telak untuk lo dan Erika.'' jelas Rexa sambil menghembuskan nafas berat.

''sebenernya gue kesini buat pamit sama lo. Gue bakal balik ke london.'' ucapan Rega sukses membuat Rexa menoleh kaget padanya.

''jadi lo juga pengen ninggalin gue'' Rexa tersenyum getir. Air matanya kembali menetes mengetahui fakta bahwa Rega juga akan pergi.

''tapi ngeliat lo terpuruk seperti ini, gue gak bisa pergi..'' Rega menarik nafas panjang. ''tanpa lo.''

''jadi lo..'' Rexa menatap Rega dengan tatapan tidak percaya.

''iya, gue pengen lo ikut gue ke london'' ujar Rega kemudian meninggalkan Rexa yang masih belum bisa percaya dengan apa yang ia dengar barusan.

''lo masih punya waktu dua hari buat mikirin ajakan gue.'' Rega menutup pintu kamar Rexa pelan.

*****
TOK...TOK..TOK..

Gara mengetukpintu rumah Gina dengan perasaan cemas. Ia sudah mencari Rexa seharian, tapi Rexa tidak juga memberi kabar padanya.

''Kak Gara'' kata Gina yang kaget mendapati Gara dengan penampilan yang berantakan.

''apa Rexa ada disini?'' Gina mengerutkan kening.

''Rexa gak ada disini kak. Emang Rexa kemana?'' tanya Gina panik. Pasalnya jam sudah menunjukkan pukul 11 malam.

''Rexa bolos dari sekolah.apa ia pernah menghubungimu?''

''nomernya gak aktif kak. '' kata Gina kecewa.

''Hubungi kakak kalau Rexa mengabarimu tentang keberadaannya.''

''iya kak''

''terima kasih Gina. Kalau begitu kakak pulang dulu yah. Maaf, sudah mengganggu waktu istirahatmu.''

''gak ganggu kok kak. Gina do'ain mudah-mudahan Rexa cepet ditemuin.'' Gara pun meninggalkan rumah Gina dengan perasaan gusar.


*****
Keesokan harinya, Rexa mengerjapkan matanya secara perlahan. Ia bangun dari tidurnya dan menyingkap tirai jendela kamar tersebut. Ia merenungkan ajakan Rega untuk pergi ke london. Memikirkan pengakuan Veron justru membuat hati Rexa semakin tidak siap mendengar kenyataan yang lebih pahit daripada ini. Hatinya mencelos mengingat sikap Gara yang berubah dingin semenjak kepulangannya dari Aussie. Apa mungkin kak Gara udah denger kenyataan itu dari mulut papa sama mama. Jadi ini alasan kak Gara meminta gue untuk gak dengerin apapun yang dikatakan papa sama mama nanti. Batin Rexa perih.

''gue bakal terima ajakan Rega'' gumam Rexa pelan.

Sementara itu, Erika yang baru saja tiba di sekolah, langsung disambut dengan tatapan mengejek dari semua siswa dan siswi yang ia lewati. Tubuhnya mendadak panas dingin saat melihat foto yang pernah diperlihatkan Rita padanya telah tertempel memenuhi papan mading. Ia tidak menyangka kalau Veron benar-benar menyebarkan foto tersebut. Dan ancaman Veron saat di club semalam, sudah ia buktikan.

Erika segera berlari meninggalkan teman-temannya yang sekarang menatapnya dengan tatapan sinis.

''Tunggu'' Erika kaget saat merasakan cengkraman yang cukup kuat di lengan kirinya. ternyata Gara yang mencekal lengannya.

''mana Rexa?'' tanya Gara dingin.

''gak tau.''

''Bukannya lo bolos bareng dia kemaren?'' tanya Gina yang kesal mendengar jawaban Erika.

''trus lo mau apa?'' tantang Erika.

''kalo sampe Rexa kenapa-napa, gue pastiin lo bakal cepet ke neraka.'' ancam Gara.

''silahkan, Lo pikir gue takut. Gue do'ain mudah-mudahan Rexa gak balik lagi.'' ejek Erika.

PLAAAK

Gina yang geram akan ucapan Erika. Erika tersenyum sinis.

''apa salah Rexa sama Lo?'' tanya Gina.

''Gue benci sama dia, gue iri sama semua kelebihan Rexa. Rexa itu terlalu sempurna, dikelilingi banyak teman dan juga populer. Awalnya gue seneng banget bisa punya sahabat kayak dia, tapi karena dia, gue jadi kehilangan banyak temen. Mereka selalu ngebahas Rexa, bahkan satu per satu mereka malah ninggalin gue. Mereka bilang gue gak ada apa-apanya dibanding Rexa. Dan lo tau, Rega itu adalah cowok yang gue taksir sejak kelas satu, tapi dia malah milih Rexa. Gue kesel karena Rexa ngerampas semuanya dari gue.'' ujar Erika kemudian menyentakkan tangan Gara.

''jadi gimana kak?'' tanya Gina yang masih shock atas begitu mendengar alasan Erika memendam rasa benci yang begitu dalam pada Rexa.

''kakak juga bingung, ini pertama kalinya Rexa menghilang seperti ini.'' wajah Gara nampak muram.

''sabar yah kak.''

*****
TOK...TOK..TOK...

Rexa yang sedang melamun, tersentak mendengar ketukan pintu tersebut. Dengan langkah gontai, ia melangkah menuju pintu dan membukanya. Matanya membulat saat melihat orang yang mengetuk pintu tersebut adalah Veron. Veron memanfaatkan Rexa yang sedang lengah dan menerobos masuk kedalam kamar tersebut. Dan menguncinya dari dalam.

''KELUAR'' bentak Rexa kalap. Ia memukul-mukul dada Veron dengan kedua tangannya.

''HEI, TENANG SEDIKIT.'' Veron mencengkram erat kedua pergelangan tangan Rexa. Ia menatap lurus-lurus mata Rexa.

''sekuat apapun lo mengelak. Lo tetep adik gue.'' ujar Veron yang sebenarnya sangat bertentangan dengan hati kecilnya.

''lo bohong.'' elak Rexa.

''ini buktinya'' Veron memberikan Rexa sebuah kalung.

''i..ini kalung gue.'' kata Rexa lemah. Ia pikir ia sudah kehilangan kalung kesayangannya itu. Kalung dengan hiasan berbentuk persegi.

''kalung ini, bukti apa sih maksud lo?'' kejar Rexa yang masih bingung. Ia terperangah saat melihat Veron memperlihatkan kalung yang terpasang di lehernya.

''ini adalah pasangan dari kalung itu. Dan harusnya lo inget kalo ada dua foto bayi yang ada dalam kedua kalung ini.'' kata Veron dengan berat hati.

Rexa kemudian membuka kalungnya, dan terlihatlah dua foto bayi dimasing-masing bagian kalung itu.

''Lo bohong.. Ini foto bayi kak Gara..'' Rexa melangkah mundur. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Maaf, udah telat buat gue nganggap lo sebagai kakak gue. Jerit Rexa dalam hati.

''Gue harap lo gak ngelupain tulisan nama gue dibelakang kalung itu.''

''KELUAR... GUE UDAH GAK MAU DENGER LAGI..'' Teriak Rexa histeris. Veron memandang Rexa dengan iba. Ia tidak menyangka semuanya akan serumit ini. Hal yang ia takutkan akhirnya terjadi, Rexa tidak bisa menerima semuanya.

Karena tidak mau melihat Rexa histeris lagi, Veron pun pamit. Yang penting Rexa sudah mengetahui yang sebenarnya. Masih banyak yang ingin ia jelaskan, tapi Veron sadar kalau kenyataan ini sudah menciptakan luka baru dihati mereka berdua.

*****
Gara yang hendak keluar rumah untuk mencari Rexa, dikejutkan dengan kedatangan papa dan mamanya.

''untuk apa kalian kesini?'' tanya Gara dingin, saat mereka duduk bersama di ruang tamu.

''maafkan mama sama papa sayang. Kami tidak bermaksud menyembunyikan rahasia itu darimu.'' kata mamanya dengan mata yang mulai berkaca.

''maaf.. Kenapa kalian mengucapkannya saat Rexa tidak ada disini.'' kata Gara miris.

''apa maksudmu?'' kali ini sang papa yang membalas ucapan Gara.

''Rexa menghilang. Sekarang kalian puas kan!'' Gara bangkit dari duduknya

''a..apa?'' orang tua mereka terlihat shock mendengar ucapan Gara barusan.

''iya, ini semua gara-gara kalian. Seandainya papa sama mama memberi sedikit perhatian padanya, hal ini tidak akan pernah terjadi'' tuding Gara yang membuat hati papa dan mamanya bagai tertohok.

''maafkan mama sayang. Tapi semuanya tidak seperti yang kamu pikirkan.'' ucap sang mama yang mencoba menjelaskan masalah yang sebenarnya pada Gara.

''udahlah. Kalian gak usah repot-repot mikirin Gara sama Rexa, lebih baik kalian konsentrasi saja pada pencarian anak kalian itu.''

''GARA..''

Gara memandang datar papanya yang meninggikan nada bicaranya.

''Yang nemenin Rexa selama 11 tahun ini adalah Gara, jadi kalian gak berhak menentukan jalan hidupnya.'' ucap Gara tegas kemudian meninggalkan orang tuanya yang memandangnya dengan tatapan sedih.

''sudahlah ma. Saat ini ia sedang emosi, kita akan menjelaskan pada mereka pelan-pelan kalau Rexa sudah ditemukan.''

Gara yang baru saja menaiki motornya, dikagetkan dengan kehadiran Veron.

''Ikut gue. Lo pasti bisa bujuk Rexa buat pulang.'' hanya kalimat singkat itu yang Veron ucapkan. Kemudian melajukan motornya dengan kecepatan tinggi diikuti Gara di belakangnya yang senang karena bisa kembali bertemu dengan Rexa.

*****
''maaf, tapi penghuni kamar 317 tersebut sudah check out 2 jam yang lalu dengan tuan Regava Herdian Geraldi.''
Bagai tersambar petir disiang bolong, , Gara dan Veron hanya bisa berdecak kesal karena ternyata Rexa dan Rega telah Check out. Veron pun menghubungi Fandi dan anak-anak Wind untuk segera melacak keberadaan Rexa dan Rega.

''Cari tau keberadaan mereka, kabarin gue secepatnya.'' Veron merutuki kebodohannya

*****
Damn

Veron baru saja mendengar laporan dari Fandi, kalau Rexa dan Rega ternyata telah meninggalkan Indonesia. Akhirnya Veron memutuskan akan menyusul Rexa dan Rega ke London. Ia sama sekali tidak memberitahu orang tuanya karena ia tidak ingin orang tuanya ikut campur dalam urusannya kali ini. Ia memang ingin Rexa bahagia, tapi ia tidak suka dengan cara Rega yang membawa Rexa pergi begitu saja.

*****
Akhirnya setelah melalui perjalanan yang melelahkan, Rexa dan Rega akhirnya mendarat di bandara Gatwick, London.

''Thank's ya Ga.'' ucap Rexa tulus. Ia senang mempunyai Rega disisinya saat ini, setidaknya dengan keberadaan Rega ia bisa merasa lebih baik dan tidak berpikir untuk melakukan hal-hal ekstrim yang bisa membahayakan hidupnya.

''meskipun gue gak tau masalah lo. Kapan pun lo ngerasa sesak seperti kehabisan oksigen. Gue siap jadi oksigen buat lo.'' kata Rega balas tersenyum.

''huhh.. Gombal''

''tenang aja, itu baru pemanasan. Gue bakal ngeluarin semua gombalan yang gue punya sampe lo kembali mencintai gue.'' ujar Rega tiba-tiba serius.

''Eh, bukannya lo bilang supir lo bakal jemput disini. Gue pengen cepet istirahat.'' gumam Rexa mengalihkan pembicaraan. Ia tidak siap membahas tentang hal itu sekarang. Rega tersenyum tipis, ia tahu kalau Rexa sedang mengalihkan pembicaraan mereka.

''Nah, itu dia.'' Rexa mengikuti arah pandang Rega. Ia hanya bisa bernafas lega saat melihat supir pribadi yang ditunjuk oleh Rega.

******
Veron yang baru selesai mengepack barangnya dalam sebuah travel bag buru-buru keluar dari kamarnya. Saat menuruni tangga ia terkejut melihat ayah dan bundanya sedang ngobrol serius dengan dua orang yang seumuran dengan mereka. Dan matanya sukses membulat saat melihat Gara ada diantara kumpulan pria dan wanita paruh baya. Tapi dia terlalu pusing memikirkan Rexa, jadi ia segera berlari agar bisa pergi tanpa harus mengadakan sesi wawancara dengan ayah dan bundanya.

''Veron, kamu mau kemana?'' tanya bundanya yang terkejut melihat Veron membawa travel bag.

''emergency bunda, wawancaranya nanti aja yah kalo Veron udah balik.'' Veron berlari ke arah pintu, melihat dua bodyguard yang seperti hendak menghalanginya.

''minggir atau berakhir di rumah sakit.'' ancam Veron yang membuat kedua bodyguard itu memberi jalan pada Veron. Walaupun badan Veron lebih kecil daripada mereka, tapi kalau ia sudah mengamuk. Para bodyguard itu pasti akan berakhir di rumah sakit seperti satu tahun lalu, saat mereka berusaha mencegah Veron yang hendak keluar untuk bali dengan teman-temannya.

''biarkan saja, menghalanginya hanya akan membuat kita masuk rumah sakit karena hipertensi.'' ucap ayah Veron yang sebenarnya sudah angkat tangan dalam menghadapi kebandelan Veron. Dan ada alasan lain sehingga ia tidak terlalu keras menekan Veron, karena melihat tingkah gila Veron mengingatkannya pada masa-masa remajanya yang juga dipenuhi dengan berbagai kegilaan seperti yang dilakukan Veron.

''apakah dia..'' mama Gara tersenyum penuh arti saat melontarkannya.

''iya, dia lah Galaxi Veronziko.'' jawab bunda Veron dengan senyum mengembang.


***********************
Rexa dan Rega memulai acara liburannya. Pertama-tama mereka membayar lima belas poundsterling pada supir bus hop on hop off, bus wisata tanpa atap yang sering digunakan oleh wisatawan yang ingin menjelajahi berbagai tempat wisata yang ada di London. Sepanjang perjalanan mereka akan ditemani oleh seorang pemandu wisata yang akan memberi penjelasan tentang tempat-tempat yang mereka lewati. Namun sebelum menaiki bus tersebut. Rexa dan Rega dikejutkan dengan kehadiran Veron.

''Rexa'' tiba-tiba Veron datang dan mencekal pergelangan tangan kiri Rexa. Rega yang kesal dengan kemunculan Veron langsung menghadiahi Veron satu pukulan di pipi kirinya. Veron yang tidak terima akan hal itu membalas pukulan Rega. Mereka yang sama-sama jago beladiri tidak mungkin ingin terlihat lemah di hadapan Rexa.

Rexa menghela nafas bosan, karena Rega dan Veron malah mengganggu acara liburannya. Rexa pun akhirnya memilih meninggalkan dua orang pembuat onar itu. Rega dan Veron yang melihat Rexa melewati mereka hanya bisa sweatdrop karena Rexa sama sekali tidak berniat melerai mereka.

*****
Rega dan Veron akhirnya memilih berdamai, karena Rexa mengancam akan pergi jika mereka tidak menghentikan sikap kekanak-kanakan mereka. Rexa begitu mengagumi arsitektur bangunan-bangunan kuno yang ia lewati saat menggunakan bus wisata hop on hop off. Dan sekarang mereka sedang mengarungi sungai thames. Rexa, Rega dan Veron akhirnya menikmati perjalanan mereka. menikmati keindahan istana Westminster, menara jam legendaris Big Ben, Tower Bridge, jembatan dengan dua menara klasik yang dibangun sejak abad 19. Serta tower of london. Rexa yang terlihat tenang, sebenarnya sedang memikirkan rencana terbaik untuk masa depannya nanti. Ia mencoba menata hatinya agar bisa lebih lapang dalam menghadapi semua masalah pelik dalam hidupnya.

Veron cukup lega melihat Rexa yang sudah bisa tersenyum, dan tak berteriak histeris seperti kemarin. Melihatnya tenang seperti itu, membuat Veron semakin menguatkan tekatnya untuk menepis perasaannya pada Rexa. Ia tidak akan memaksa Rexa untuk pulang kalau sumber kebahagiaannya ternyata adalah Rega.

*******
''liat, foto kalian lucu banget'' ucap Rexa sambil memperlihatkan foto-foto Veron dan Rega yang berhasil ia abadikan. Ekspresi keduanya selama di foto menampakkan raut wajah permusuhan.

''jangan perlihatkan padaku. Berfoto dengannya merupakan mimpi buruk bagiku.'' dengus Veron yang tidak suka dengan aksi Rexa yang selalu memaksanya untuk foto bersama Rega. Bahkan saat mereka berkunjung ke Royal Horse Guards. Rexa ngotot ingin mengabadikan foto Rega dan Veron bersama pasukan kerajaan yang memang sering dijadikan objek foto oleh para turis.

''harusnya kau bersyukur bisa berfoto denganku. Bukannya menghinaku seolah-olah aku ini adalah hantu buruk rupa.'' balas Rega yang mulai kesal.

''baguslah, kalau kau menyadarinya.'' ejek Veron. Dan akhirnya perdebatan singkat itu berakhir lagi dengan adu jotos.

Rexa pun bangkit dari duduknya kemudian berjalan meninggalkan Veron dan Rega.

''Rexa'' Veron mengejar Rexa dan menggenggam tangan kirinya.

''Maafin gue yang udah ngancurin hidup lo selama ini. Ternyata pemikiran gue salah, karena berharap lo bisa nerima gue. Dan untuk pertama dan terakhir kalinya gue pengen bilang sesuatu yang penting sama lo.'' Veron menarik nafas panjang.''gue sayang sama lo.'' setelah mengungkapkan isi hatinya, Veron mencium kening Rexa cukup lama.
''good bye, nona permen karet.'' Rexa kaget melihat setetes air mata yang mengalir dari mata Veron. Ia sekarang mengerti, bahwa sebenarnya Veron juga menyimpan rasa sakit yang sama. Ingin rasanya Rexa memeluk erat tubuh Veron, tapi tubuhnya seakan mati rasa. Lidahnya terasa kelu, dan tidak sanggup atau lebih tepatnya tidak ingin mengucapkan salam perpisahan pada Veron. Tapi Veron sudah pergi dari hadapannya, dan Rexa masih setia mematung ditempatnya. Inilah puncak dari semua rasa sedihnya, dan sekarang ia sudah memutuskan untuk mengambil keputusan tegas dengan satu harapan, yaitu kebahagiaan bersama keluarganya. Ia yakin, semua ini adalah rencana yang diatas, akhir dari rasa sakit ini mungkin adalah awal dari kebahagiaannya.

**********
Dengan langkah gontai, Veron masuk kedalam rumahnya dengan wajah muram.

''kamu kenapa sayang?'' tanya bundanya lembut.

''Veron gagal bunda.''

''gagal dalam hal apa?'' tanya bundanya yang heran mendapati putranya itu terlihat kacau.

''Veron gagal bawa adik Veron kesini.'' jawab Veron yang membuat bundanya mengerutkan kening.

''adik...''

''iya bunda, Veron udah ketemu sama adik Veron. Galaxi Rexavia.'' Veron memeluk erat bundanya.

''kenapa kamu gak cerita sama bunda tentang ini?'' tanya bundanya yang mulai serius. Ada rasa sesal yang Veron lihat dari mata bundanya.

''maaf..''

''nanti saja kita bahas lagi. Sekarang kamu istirahat yah.'' saran bundanya lembut.

''iya bun..'' Veron pun menuruti saran bundanya tersebut.

**********
malamnya, Alfian Gerdyano beserta istrinya Vanesa Fergia dan putra semata wayang mereka Galaxi Veronziko berangkat bersama menuju rumah sahabat lama mereka. Veron mengernyit bingung saat mereka memasuki gerbang rumah Rexa.

''bunda..''

''Nanti aja sesi wawancaranya.'' kata bundanya santai. Veron dan ayahnya hanya bisa melongo mendengar bundanya itu mengikuti kata-kata Veron.

Mereka pun disambut dengan baik oleh Winaldi Dirgawitra dan istrinya Regina Vrinita.

''selamat datang Alfian'' kata tuan Winaldi kemudian memeluk sahabat karibnya tersebut.

''Nes, ada yang ingin aku bicarakan.''

''oke, aku juga ingin membicarakan sesuatu denganmu.'' akhirnya kedua nyonya itu meninggalkan ruang tamu kediaman Dirgawitra tersebut. Veron hanya bisa menghela nafas bosan, ia menyesal menuruti permintaan mamanya untuk mengikuti acara makan malam ini.

''ngapain lo disini?'' sapa Gara yang baru turun dari kamarnya yang ada di lantai 2.

''menurut lo?''

''dasar sombong.'' Veron mendelik saat mendengar ucapan Gara tersebut.

''trus lo ngapain disini?'' tanya Veron dengan tatapan menyelidik.

''gue disini, karena ini rumah gue.'' ejek Gara.

''bukannya ini rumahnya Rexa?''

''Rexa itu adik gue bodoh.''

Veron yang tidak terima dikatai bodoh, menatap tajam Gara.
''Rexa itu adik gue.'' balas Veron tidak mau kalah.

''Gara, Veron, hentikan.'' mereka pun menghentikan debat perebutan adik tersebut.

*******
''ehem, sebenarnya ada yang ingin bunda akui Veron.'' kata bunda Veron saat mereka selesai makan malam.

''apa?'' tanya Veron penasaran.

''assalamualaikum'' mereka pun kompak menoleh ke asal suara salam tersebut.

''Rexa...'' Regina langsung berlari ke arah Rexa dan memeluknya dengan erat.

''mama''

''mama merindukanmu sayang. Bagaimana liburanmu di london?'' tanya mamanya setelah menguraikan pelukannya.

''jadi mama..'' mata Rexa berkaca-kaca, ia menyesal sempat berpikir kalau mamanya tidak peduli padanya.

''iya. mama, papa, sama Gara tau kalau kamu kabur ke London.''

''kamu pikir papa tidak peduli padamu. Papa sama mama mungkin tidak selalu disamping kalian, tapi papa tau semua kegiatan kalian setiap hari. Papa menugaskan pengawal pribadi yang selalu mengawasi semua kegiatan kalian.'' ujar papanya kemudian memeluk Rexa.

''heii.. Apa kamu tidak merindukan kakak?'' tanya Gara kemudian merentangkan kedua tangannya. Rexa pun melepas pelukan papanya dan bergegas memeluk Gara.

''kakak merindukanmu.'' ucap Gara kemudian mengacak rambut adik kesayangannya itu.

*******
''sekarang, mama akan menceritakan semuanya pada kalian berdua.''

''cerita apa ma?'' tanya Rexa penasaran. Sementara Veron dan keluarganya hanya bertugas jadi pendengar, karena ada hal penting yang juga melibatkan mereka.

''sebenarnya kamu punya seorang kakak.'' kata mamanya dengan wajah sendu.

''ka..kak'' Rexa menoleh pada Veron yang menundukkan kepalanya. Rexa tersenyum getir, tapi ia sudah bertekat untuk menerima semuanya dengan hati yang lapang.

''Gara, kamu masih belum mendengar semua penjelasan papa sama mama waktu itu.'' timpal papanya sementara Gara hanya bisa menunduk.

''saudara kalian itu diculik oleh rekan bisnis papa yang dendam karena ia menyangka papa yang membuat perusahaannya bangkrut. Papa sama mama sudah berusaha mencarinya, akhirnya kami berhasil mendapatkan info tentang kakak kalian itu. Di..a sudah meninggal. '' kata mamanya kemudian memeluk kedua anaknya itu. Tangis yang sejak tadi berusaha ia tahan, akhirnya pecah setelah mengatakan hal paling penting dari penjelasannya itu.

''a..apa?'' Gara tidak menyangka kalau saudara yang selama ini dicari oleh kedua orang tuanya telah tiada. saat di Ausie ia memang tidak mendengarkan penjelasan orang tuanya sampai selesai, karena ia kesal papa dan mamanya seenaknya mengatur masa depan Gara dan Rexa.

''maafkan Gara ma.'' ucap Gara penuh penyesalan. Sementara Rexa terlihat bingung, karena ia terlanjur berpikir bahwa Veron merupakan kakak kandungnya.

''sudahlah, yang penting buat mama sekarang adalah kamu sama Rexa.''

''bukannya Veron kakak kandung Rexa?'' tanya Rexa dengan wajah bingung.

''bunda..'' gumam Veron tak kalah bingungnya dengan Rexa.

''ehem, kalau masalah kalian berdua. Itu murni kesalahan tante.'' bunda Veron bangkit dari duduknya.

''maksud bunda?''

''semua yang bunda ceritakan padamu, bunda cuma mengarangnya sayang. Rexa itu bukan adik kandungmu.'' ucap bunda Veron sambil tersenyum polos.

''karangan tante gimana?'' tanya Rexa yang tidak terima karena secara tidak langsung, ia juga telah jadi korban akibat kebohongan tersebut.

''Waktu itu, Veron masih kelas 6 SD. Dia nanya tentang kalungnya yang ada 2 foto bayi. jadi terpaksa tante ngarang cerita kalau kalian itu kembar, karena kalian memang dilahirkan pada hari yang sama.'' Veron menatap bundanya dengan tatapan kesal.

''hahaha, jadi karena itu lo bilang Rexa itu adik lo.'' ejek Gara.

''bundaaa...'' kata Veron yang berusaha menahan amarahnya. Padahal dalam hati ia sebenarnya ingin sujud syukur karena ia masih punya harapan untuk bersatu dengan Rexa.

''habisnya kamu tiap hari nanyain tentang tulisan Galaxi Rexavia yang ada di belakang kalung itu. Bunda pikir kamu tidak akan memikirkan lelucon Bunda itu, karena kamu saat itu masih kelas 6 SD.'' ujar bundanya sambil tersenyum geli.

''bunda tega bohongin Veron.''

''he-eh, lagipula bunda tidak mungkin bilang kalau Galaxi Rexavia itu adalah calon istrimu.'' ujar bunda veron santai. Sementara orang tua Gara, ayah Veron dan Gara sendiri tersenyum geli melihat ekspresi Rexa dan Veron yang terlihat seperti mendapat vonis hukuman mati.

''APAAAA?'' pekik Rexa dan Veron bersamaan. Veron tersenyum jahil ke arah Rexa. 

''Ngapain lo senyam-senyum?'' Kata Rexa sewot.

''eh, lo itu calon istri gue. Jadi lo wajib nurut sama gue.'' ucap Veron sok.

''emangnya siapa yang mau nikah sama lo.''

''biar Veron tebak, Rexa sama Veron udah dijodohin sejak lahir kan. Dan kalian sengaja bikin kalung sepasang ini.'' tebak Veron sambil menatap orang tuanya dan orang tua Rexa secara bergantian.

''tidak.'' jawab bunda Veron dan mama Rexa bersamaan.

''yang lebih tepat itu saat bunda sama tante Regina masih SMA. Kalian sudah kami jodohkan.'' kata bunda Veron tegas.

''Rexa gak mau.'' ia menatap ngeri pada Veron. 

''Yakin?'' Veron mendekati Rexa, Rexa yang panik memilih kabur dari hadapan Veron. Veron pun mengejar Rexa. Kedua orang tua mereka serta Gara tidak bisa membayangkan bagaimana kehidupan rumah tangga Veron dan Rexa nantinya kalau mereka menikah nanti.

*********
Rexa dan Gara akhirnya memutuskan untuk ikut dengan orang tua mereka ke Australia. Mereka juga ingin berziarah ke makam kakak mereka yang ada disana. Tentang hubungan Veron dan Rexa, mereka memutuskan untuk long distance sampai lulus SMA. Karena Veron memaksa Rexa untuk pulang ke Indonesia Setelah ia lulus.

''awas aja kalo lo sampe selingkuh sama bule disana. Gue bakal ngirim kalian ke neraka.'' ancam Veron sesaat sebelum Rexa berangkat.

''cuma sama bule kan? Kalo orang Indonesia boleh gak?''

''gue bakal maksa lo pulang dan menikah secepatnya.'' Rexa menatap Veron dengan wajah bosan.

''kita nikahnya lulus SMA aja.'' ucap Rexa kemudian mencium pipi kiri Veron. Veron hanya bisa menatap Rexa yang dengan entengnya mengucapkan itu.


*********
2 tahun kemudian..

26 November 2013. 


Rexa yang telah menyelesaikan pendidikannya di Australia, akhirnya pulang ke Indonesia. Selain itu, kepulangannya juga untuk merayakan ulang tahunnya dan Veron yang jatuh pada tanggal 27 November. Dan mereka hendak merayakannya dikediaman keluarga Dirgawitra yang ada di Jakarta.

Malamnya, Rexa telah siap dengan gaun merahnya yang sebatas lutut. Rambutnya yang panjangnya sudah sepinggang ia biarkan terurai. Ia memakai kalung kesayangannya, yaitu pasangan dari kalung milik Veron. Anting yang berwarna senada dengan gaun yang ia kenakan. Ia cukup tegang menanti pertemuan pertamanya lagi dengan Veron setelah dua tahun menjalani pacaran jarak jauh.

''Rexa...'' kata Gara yang terlihat pucat setelah membuka pintu kamar Rexa.

''kenapa kak?''

''Veron kecelakaan.'' Rexa pun menghampiri Gara dan mencari kesungguhan ucapan Gara dengan menatap lekat-lekat wajah kakaknya itu.

''kakak bohong kan? Veron pasti ada di bawah kan?'' Rexa mengguncang kedua lengan Veron. 

''dia kecelakaan di perempatan jalan tempat kalian pertama kali bertemu.'' Rexa pun segera mengambil sepatu rodanya. Ia berlari menuruni tangga. Ia tidak peduli dengan tatapan para tamu yang kaget melihatnya menuruni tangga dengan sepatu roda yang ia genggam ditangannya, yang ada dipikirannya sekarang hanyalah Veron. 


*********
Rexa yang sudah sampai di perempatan jalan itu, kaget mendapati daerah tersebut gelap tanpa satu pun lampu jalan yang biasanya menerangi jalan tersebut. Tak lama setelah itu, satu per satu lampu akhirnya menyala. Rexa pun akhirnya melihat Veron yang mengenakan tuxedo hitam dengan motor CBR putihnya di dekat tong sampah bersejarah awal pertemuan mereka. Kesal karena berhasil dikerjai Veron, Rexa balik badan hendak meninggalkan tempat tersebut. Namun ia akhirnya mengurungkan niatnya tersebut saat melihat anak-anak Wind berjejer manis menghalangi jalannya. Sementara disisi kiri perempatan ada Rega dan anak-anak Fire. Dan sisi kanan ada keluarganya dan keluarga Veron serta sahabat-sahabatnya. Saat ia kembali menoleh pada Veron, ia melihat sekitar sepuluh anak kecil yang kira-kira berumur 7 tahunan sedang memegang kain panjang bertuliskan MARRY ME NONA PERMEN KARET yang disusun dari berbagai jenis permen karet kesukaan RexaVeron pun menghampirinya dengan langkah pelan.

''apa jawaban lo?'' tanya Veron to the point yang membuat Rexa mendelik ke arahnya. Rexa seperti diajak perang, tidak ada nada lembut sama sekali dari pertanyaan Veron tersebut.

''Lo ngajak nikah apa ngajak perang?'' balas Rexa sewot.

''ngajak nikah lah. Emang lo gak ngerti arti dari tulisan itu.''

''dasaaaar cowooook crazy'' kata Rexa kemudian menarik keras rambut Veron.

''arghhh, rambut gue..'' teriak Veron kesakitan. Setelah melakukan penyiksaan singkat pada VeronRexa memeluk Veron erat.

''gue mau.''

''mau apa?'' goda Veron setelah melepas pelukan Rexa. sebelum Rexa membalas ucapan VeronVeron menghadiahi Rexa ciuman singkat di bibirnya.

''I love you Galaxi Rexavia'' bisik Veron kemudian memeluk Rexa.

'' I love you too Galaxi Veronziko'' kata Rexa kemudian balas memeluk Veron. Ia bersyukur karena harapan kecilnya tentang semua mimpi-mimpinya akan adanya ketenangan dan kebahagiaan dalam hidupnya telah tercapai dihari ulang tahunnya. Pelan tapi pasti, semua tangis kesedihannya selama ini akan dimulai dengan lembaran baru yang akan ia jalani dengan Veron.

~THE END~


1 komentar:

  1. gue menghargai niat lo buat jadi penulis, tapi gak harus copas cerita orang laen kan? gue minta lo hapus cerita ini dari blog lo. karena ini tulisan gue. lo yang dengan entengnya cuma copas dari fp plus fb gue. gue nulis ini dengan susah payah, hargain kerja keras gue. kalo lo mau jadi penulis, lo harusnya mosting karya lo sendiri, bukannya ngeklaim karya orang laen...

    BalasHapus